RSS

Pandai Sikek, Nagari Gemah Ripah Loh Jinawi di kaki Gunung Singgalang


Pandai Sikek, adalah daerah yang terkenal sebagai daerah penghasil sonket kualitas ekspor.Sudah lama saya penasaran akan daerah pandai sikek ini, daerah yang kerajinan tenunnya menjadi icon di lembaran uang 5000.  Alhamdulillah saya dapat menjejak di daerah ini ketika salah seorang peserta SMT berasal dari sini dan jadilah saya yang mengobservasi mengajar beliau di kelasnya yang terletak di Pagu-Pagu Pandai Sikek ini. Tapi saya tak akan cerita mengenai kelas beliau yang selalu ceria itu, hihi.

Walaupun bagian dari Kabupaten Tanah Datar, Pandai Sikek, Koto Baru terletak lebih dekat dengan kota Bukittinggi dibanding Batusangkar yang menjadi pusat  Kabupaten Tanah Datar. Jika kita berkendara dari Padang panjang menuju Bukittinggi, maka Koto Baru adalah salah satu destinasi perhentian favorit dimana terdapat danau-danau kecil dan pemandangan Gunung Marapi di sisi kanan jalan dan Pemandangan Gunung Singgalang di sisi sebelah kiri. Menikmati pemandangan sembari mencicipi hangatnya bika Koto Baru dan teh manis yang dijual disepanjang warung-warung kecil di pinggir jalan.
Gerbang pertanda memasuki Nagari Pandai Sikek

Nagari Pandai Sikek, terletak disebelah kiri jalan menuju Kota Bukittinggi, di kaki gunung Singgalang. Memasuki daerah ini kita akan disambut dengan pemandangan ladang khas daerah kaki gunung dengan kumpulan atap-atap perumahan yang berkelompok dan menyebar. Kita akan menjumpai toko-toko kerajinan dan songket baik milik perseorangan maupun koperasi berjejer disepanjang jalan utama. Biasanya bus pariwisata yang membawa turis lokal mapunun asing mampir disini.

jalanan utama Nagari Pandai Sikek yang dipenuhi toko dan koperasi
Pandai Sikek, seperti kebanyakan nama daerah di Sumbar, berasal dari bahasa minang. Pandai berarti mahir dan sikek berarti sisir. Sikek adalah suatu alat yang digunakan dalam menenun yang bentuknya menyerupai sisir panjang dengan gigi-gigi yang halus. Sikek adalah alat yang sangat penting dalam menenun yang berfungsi untuk mengatur letak dan komposisi benang-benang yang akan ditenun. Katanya dahulu syarat seorang gadis dari Nagari Pandai Sikek baru akan mendapat ijin menikah jika mereka telah pandai menenun dan setiap Setiap rumah menaruh satu atau lebih alat menenun ini.  Karena pengaruh kemajuan zaman, kepandaian ini sudah semakin sedikit yang menguasainya alat tenun tidak lagi dimiliki oleh setiap rumah.

Seperti halnya buatan tangan, hasil tenunan pandai sikek ini sangat mahal. Untuk tenunan seukuran lap tangan saja dihargai sekitar 150.000-200.000, mungkin harga kain tenun seukuran songket biayanya akan lebih dari 1.000.000. Benang yang menjadi bahan utama dalam tenunan ini beberapa juga didatangkan dari luar negeri seperti negara India dan beberapa negara lainnya dan kebanyakan, hasil tenunan ini juga dipasarkan di luar negeri.


Bagian yang putih yang mengatur benang-benang tersebut dinamanan sikek atau sisir
Selan kepandaian menenun, terdapat kepanadian memahat dan membuat ukiran khas mingakabau
Udara disini sangat sejuk dengan jalanan yang naik turun khas daerah kaki gunung. Selain sebagai pengrajin tenunan, umumnya penduduk disini bermata pencaharian sebagai petani yang membuat mereka terkadang beraroma pestisida. Selain kebun-kebun masyarakat yang terdapat diatas perbukitan yang lumayan jauh dari pemukiman, halaman rumah mereka juga dilengkapi dengan ladang sayur-sayuran yang berganti jenis tanaman dari musim ke musim serta kolam ikan yang airnya mengalir segar. Untuk kebutuhan pangan, nagari Pandai Sikek dapat dikatakan bisa mandiri. Jika sayuran atau cabe tak ada di dapur, langsung bisa petik di halaman  atau barter dengan tetangga. Jika lauk di dapur tak cukup, cukup tangkap ikan yang terbang bebas di kolam.

Berkali-kali kesini membuat saya berangan-angan dapat tinggal disini suatu saat, menikmati kedamaian alam sembari meresapi makna gemah ripah loh jinawi. Semoga suatu saat.

Ladang masyarakat yang menanam berbagai jenis tanaman lunak


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Balai Kamis di Penghujung Ramadhan


Pasar kamis kali ini adalah momen pasar ramai bagi masyarakat disini. Saat mall, butik, dan tempat perbelanjaan modern di kota-kota penuh oleh para pembeli yang ingin menandaskan THR nya untuk membeli baju lebaran dan membeli kue-kue, maka Pasar Kamis menjadi alternatif utama bagi sebagian besar masyarakat disini yang juga ingin berhari raya.

Hari kamis adalah hari balai bagi masyarakat disini yang memang menjadi pasar utama di Kabupaten kami. Balai berarti Pasar. Disini dan beberapa kabupaten lainnya, hari balai ditetapkan menjadi sekali seminggu. Ada yang hari Balainya hari Rabu, terkadang dinamakan juga dengan pasar Raba’a. Ada yang hari Balainya hari senen. Pada hari yang ditetapkan, pasar menjadi tumpah ruah, dipenuhi pengunjung dan hasil bumi yang beragam.

Karena Kamis ini adalah kamis terakhir dalam bulan puasa tahun ini, maka balai ini sudah sesak sejak dari pagi. Aku senang bisa datang kesini sejak pagi yang berarti bisa meminimalisir sesak yang konon memuncak pada tengah hari. Karena ini adalah pasar utama Kabupaten, maka pasar ini sangat luas. Pedagang di Pasar ini berasal dari dalam kabupaten dan pedagang dari Kabupaten tetangga. Biasanya pedangang sayuran jenis tomat, sawi, lobak, seledri, kentang dan buah seperti pisang, pepaya dan Alpukat, didominasi oleh pedagang dari Batusangkar dan Solok. Sedangkan produk asli yang berupa sayur bayam, pucuk ubi, kangkung, kacang panjang, dan juga pisang serta kelapa dijual oleh pedagang asli daerah.

Tiap kesini, aku selalu gembira menyaksikan seorang lelaki penjual pakaian dalam yang ada dalam kios utama. Dengan aneka pakaian dalam yang berjejer dan digantung, si pedagang, selalu berteriak heboh “murah kini dari kapatang” (murah sekarang dibanding kemaren), “kabatuka galeh lai” (dagangannya akan segera ditukar makanya dimurahkan) dengan suara yang besar dan irama yang terdengar seolah kaku,yang justru mampu membuat lapaknya tak pernah sepi dari ibu-ibu. Darimana dia belajar membuat tagline marketing seperti itu? Padahal jenis dagangannya selalu sama sejak sekitar lima tahun yang lalu membuat lapak disebelah yang menjual dagangan yang sama tampak sepi.

Pasar kamis ramai kali ini bukan hanya didominasi oleh ibu-ibu sahaja, tapi juga bapak-bapak dan anak-anak yang sudah libur sekolah sejak beberapa hari yang lalu. Aku melihat anak-anak banyak yang berdandan layaknya mengunjungi mall, mengingatkan akan diriku sewaktu seumuran mereka. Karena dulu mengunjungi pasar kamis bagiku dulu adalah suatu hal yang istimewa,maka harus dirayakan dengan cara berpakaian yang istimewa pula.

Kamis ini hampir semua lapak tidak sepi terutama lapak sayuran, lapak sembako dan lapak pakaian. Juga lapak penjual obat disudut sana yang penjualnya tak henti-hentinya mengoceh melalui mikrofon. tentu saja, untuk merayakan lebaran, orang-orang butuh baju baru dan kesehatan agar benar-benar merasa dan tampak raya.

Dibagian paling belakang, terdapat kelompok pedagang ikan dan ayam. Bagusnya disini, ayam dan ikan yang dijual benar-benar segar, “Fresh from the kandang and the kolam”. Pedagang ikan air tawar akan mematikan ikannya setelah disetujui penjual, mereka akan menangkap ikan dari kolam-kolam yang diciptakan sedemikian rupa berbentuk bak-bak kecil dari semen. Ikan ini ditangkap, lalu ditimbang, jika disetujui pembeli, maka si penjual akan membunuhnya dengan cara memukul kepalanya, dan kemudian menyiangi sampai di iris-iris. Dulu aku tak pernah tega untuk kesini membeli ikan, baru beberapa bulan ini aku berani. Itupun aku harus memalingkan muka sebentar pada adegan pemukulan. Disini langgananku adalah wanita 30an tahun yang cekatan. Dengan rambut merah diwarnai, dia tangkas “menghabisi” ikannya tak kalah dengan penjual lelaki lainnya.

Disebelah kanan, terdapat sekelompok besar pedagang ayam. Untuk kesini, aku masih belum berani. Dari jarak jauh, orang-orang sudah bisa mendengar pekikan ayam yang dibantai dan dibiarkan menggelepar lemas disebuah karung goni yang digantung untuk kemudian dibersihkan disajikan diatas meja. Jika pasar sedang tidak ramai, aku lumayan berani melewati bagian ini dan berlama-lama memandang ayam hidup yang masih dikandang. Mencoba mencari ketakukan dimatanya mendengar satu persatu temannya “dihabisi”. Apa ayam-ayam ini tahu bahwa sebentar lagi dia akan menjumpai hal yang sama? Apa ayam-ayam ini pernah berpikiran bagaimana caranya bisa lari dan lolos dari maut? Apa ayam-ayam ini tidak stress mendengar pekikan maut saban waktu? Ah sudahlah. Setidaknya dari mata polosnya aku sudah tahu jawabannya.

Dipaling ujung pasar ini, teredapat kelompok penjual “ikan padang”. Dinamakan ikan padang karena ikan ini berasal dari laut. Laut dan padang telah berkongsi sedemikian rupa bagi kami sehingga menciptakan hubungan yang aneh. Orang-orang desa jika berkunjung ke Padang, maka wajib melihat laut. Maka ikan laut yang berasal dari laut manapun, tetap dinamakan ikan Padang terlepas dari apapun jenis ikannya.

Disini aku senang mengamati seorang lelaki paruh baya penjual ikan. Berbeda dengan pedagang ikan lainnya yang cenderung tidak peduli pada penampilannya, penjual ikan ini punya “brand” yang menurutku berbeda. Pada kamis kali ini aku lihat dia memakai kaos biru yang seperti biasa selalu masuk dalam celana panjang berbahan goyang lengkap dengan ikat pinggang kulitnya. Dengan kedua tangannya yang masing-masing dihias akik, dia merapikan ikan padang dagangannya, menyamakan dan menyusun bagian kepala dan ekor secara seragam, mengelap genangan air dimeja yang menganggu dan menyusun piringan yang telah penuh dengan ikan . Kali ini dia memakai sarbet yang dijadikannya celemek, dan direkatkan disela ikat pinggangnya. Menurut ibuku, harga ikannya juga lebih mahal dibanding yang lainnya. Entahlah, apa mungkin penampilannya yang membuat ikannya mahal atau memang kualitas ikannya yang memang bagus.

Aku dan ibuku berhasil keluar dari keramaian balai ini menjelang tengah hari dengan menenteng keranjang belajaan yang penuh dengan bahan-bahan makanan untuk menyambut lebaran. Ah Ramadhan, beberapa hari lagi kau pun akan berlalu. Sementara aku masih sibuk dan tak ingin sekedar bertanya apakah diri ini sudah benar-benar bisa menikmati jamuanmu yang Agung.


>>> Ramadhan 28





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bahasa CINTA





Seorang anak bertingkah bak putri, memakai sepatu tinggi dan baju kembang semata kaki, berjalan di pasar bersama ayahnya. Tiba-tiba tali sepatunya lepas dan menyebabkan jalannya tak seimbang. Sang ayah berjongkok, membantu memasangkan dengan telaten –itu bahasa cinta

Disudut sana kulihat bocah laki-laki memberikan makanan hasil jajannya kepada kucing liar nan kurus  yang lewat didepannya dan mengeong-ngeong kelaparan – itu bahasa cinta

Ahya, tadi pagi aku juga melihat seorang ibu bercakap-cakap dengan bunganya sambil menyiram, entahlah apa yang sedang mereka perbincangkan –itu termasuk bahasa cinta

Seorang pemuda membantu capung yang terperangkap disebuah jendela kaca, untuk bisa bebas kembali –itu bahasa cinta

Anak-anak yang menangis dan tak mau melepas pelukan ayahnya yang akan segera berangkat kerja –itu juga bahasa cinta

Disebuah rumah tua, kulihat tiga orang bocah kusut berkeringat, pipi berlumur coklat bercampur ingus dengan baju kumal, menempel kepada kakaknya yang paling besar dan tak mau ditinggal –itu bahasa cinta

Kemaren kutemui seorang laki-laki tua disebuah surau, sedang membersihkan debu-debu yang menebal di karpet dengan vacum cleaner yang dibawanya dari rumah –itu bahasa cinta

Pada waktu menulis ini, kudengar burung-burung kecil sibuk berkicau menyambut pagi –Dan itu juga bahasa cinta



Tuhan, ada banyak bahasa cinta di bumiMU ini, bantu aku untuk selalu melihat dan memahaminya.

Catatan di #16 Ramadhan







  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Belajar Kembali Menjadi “Kanak-anak”


Kehadiran anak-anak menandakan bahwa Tuhan belum bosan dengan manusia –Rabindranath Tagor-


Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari anak-anak. Secara alamiah anak-anak memang membawa pesan Ilahi, artinya menyukai dan cenderung akan kebaikan. Namun seringkali kita sebagai orang dewasa tidak peduli akan hal ini dan tidak mengambil hikmah. Lihat saja pola mereka ketika bertengkar dengan temannya, dalam beberapa jam atau paling lama dalam satu hari, mereka akan kembali berbaikan tanpa ada dendam sedikitpun dan melupakan pertengkaran tadi. Kembali asyik bermain.

Tak bisakah kita menjadi seperti kanak-kanak yang melupakan kesalahan orang lain atau kelompok lain?

Beberapa orang menganggap menjadi orang dewasa memang rumit. Kita yang katanya telah “menerima kebenaran” akan bertengkar menyalahkan orang lain yang kita anggap salah. Kita merasa paling benar dan menyalah-nyalahkan orang lain, mengingat keburukannya yang terkadang menjelma dalam bentuk gunjingan, dendam, sinis, dan sebagainya. Ternyata menjadi orang dewasa yang menganggap diri paling benar itu memang paling susah.

Tuhan menciptakan anak-anak karena memang punya maksud. Tak bisakah kita menangkap pesan itu dan belajar dari mereka? Ohya, sekali lagi, menjadi orang dewasa itu memang sulit ternyata, kita para dewasa ini sudah belajar kesana-kemari, baca buku sana sini, diskusi dan debat panjang yang memakan waktu banyak, namun sering lupa ambil pelajaran dari mereka para kanak-kanak.

Coba perhatikan sejenak. Mereka bertengkar lalu  berbaikan dan kembali bermain tanpa ada dendam sedikitpun. Sesederhana itu tujuan mereka: bermain. Lantas tak bisakah kita yang pandir ini meniru mereka: melupakah kesalahan-kesalahan orang lain dan kelompok lain. Kembali asyik “bermain” dengan mereka tanpa curiga dan dendam? Bukankah lebih asyik terlibat dalam permainan ini ketimbang menghakimi satu sama lain? Jadilah “anak-anak dewasa” yang tanpa dendam, jadilah “anak-anak dewasa” yang mudah melupakan kesalahan, jadilah “kanak-kanak dewasa” yang berjiwa polos dan jalanilah permainan ini karena memang hidup di dunia ini cuma permainan dan senda gurau belaka.

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka.....”  (QS. Al-“An’am: 2)
“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau....” (QS. Muhammad: 1)

 Catatan di #15 Ramadhan


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menghindari Kekerasan Sejak Dari Rumah


Rumah adalah sekolah pertama bagi anak-anak dan orang tua adalah guru bagi mereka. Seringkali kasus-kasus kekerasan di sekolah, bullying dan sekedar mengejek yang dilakukan oleh anak-anak yang mengalamani kekerasan sejak dari rumah. Untuk itu diperlukan orang tua sejak dari rumah perlu mempersiapkan “bekal” agar anak-anak tidak menjadi pelaku kekerasan. Berikut langkahnya 
dari saya yang belum menjadi orang tua tapi hobi mengamati :

1. Perbaiki kebiasaan berkomunikasi.
Anak-anak yang terbiasa berbicara kasar di sekolah biasanya bermula dari kebiasaan di rumah. Seringkali saya melihat, anak-anak yang biasanya mengejek dan melakukan kekerasan secara verbal adalah anak yang terbiasa menerima perlakuan serupa dari rumah. Karena jika diperhatikan, anak-anak yang tidak terbiasa berkata-kata kasar di rumah, akan kebingungan dan kehabisan kata-kata jika menghadapi anak yang menyerangnya secara verbal. Untuk itu, para orang tua perlu memperbaiki kebiasaan komunikasi dengan anak-anak agar mereka terbiasa melakukan hal yang serupa. Perbaki kata-kata dalam berkomunikasi dengan mereka dan perbaiki intonasi.
Ketika kita berbicara, hal yang paling mudah ditangkap oleh otak adalah intonasi nada bicara dan gestur. Jika para orang tua memberitahukan sutau hal kepada anak-anak tapi dengan emosi maka yang ditangkap oleh anak-anak adalah emosinya.

2. Ajarkan dampak logis dari sebuah perbuatan
Pernah saya memperhatikan, seorang anak yang menumpahkan minumannya kesebuah lemari, diberi tahu ayahnya dengan alasan yang masuk akal agar tidak menumpahkan minuman lagi. Ayahnya berbicara bahwa jika minuman yang ditumpahkan akan mengakibatkan lemari menjadi lapuk/ keropos sehingga nantinya mereka tidak akan mempunyai lemari yang bagus lagi.
Anak-anak berada pada pikiran konkret yang membutuhkan penjelasan dan alasan yang masuk akal menurut versi mereka jika mereka melakukan kesalahan. Karena tiba-tiba dimarahi untuk alasan yang mereka lakukan tanpa memberi tahu konsekuensinya adalah kurang tepat sehingga kemungkinann besar mereka akan melakukan kesalahan mereka lagi dan dalam lingkungan sosial, mereka kurang bisa mentolerir kesalahan orang lain dan terkadang ikut memarahinya jika yang melakukannya adalah teman mereka.

3. Hindari pertengkaran di depan anak
Pertengkaran orang tua wajib/ harus dilakukan dibelakang anak-anak. jika anak-anak mengetahui atau terbiasa melihat ibunya terbiasa ngomel kepada bapaknya atau bapaknya terbiasa mengejek ibu di depan anak, maka akan sangat mudah sekali dicontoh oleh anak-anak. ingat, anak-anak adalah plagiat terbaik.

4.    Mempersilahkan anak untuk mengajak temannya kerumah.
Meminta anak-anak untuk mengajak temannya untuk bermain dirumah adalah salah satu cara agar orang tua bisa mengenali cara bersosialisasi anaknya dengan teman-teman sebayanya. Jika ada yang kurang tepat yang dilakukan anak terhadap temannya maka diskusikan kemudian.

 5. Biasakan berdiskusi sejak dini
Menasehati tentu baik, tapi lebih baik jika didiskusikan dengan anak karena diskusi akan membuat anak-anak lebih terbuka dan melatih kemampuan  berfikir mereka sehingga solusi yang diharapkan akan keluar dari mulut anak sendiri.
Pertama, ajak anak mengenali suatu masalah, lalu tanyakan pada mereka “kalau begitu sebaiknya gimana dong?” “kalau kamu menjadi dia, apa yang akan kamu lakukan?” atau “gimana ya caranya agar temanmu tidak tersinggung dengan ucapanmu?” “gimana ya caranya agar temanmu lebih banyak lagi?”

6.   Menghindari bullyng
Biasanya anak-anak korban bully adalah “anak baik-baik” yang tidak terbiasa melawan ketika berhadapan dengan anak-anak yang terbiasa melakukan kekerasan.
Cara sederhananya adalah mengajarkan anak-anak untuk menghindar dari sipelaku. Jika berada dalam satu kelas, caranya adalah menjauhkan posisi dari mereka.

7. Ajar anak untuk memberi dan berempati
Biasanya pelaku bully adalah anak-anak yang terbiasa dengan kekerasan sejak dari rumah baik kekerasan secara verbal maupun secara fisik dan kurang mendapat perhatian orang tua. Mengajarkan anak memaafkan atau “menjinakkan” pelaku bully terkadang tidak mudah tapi ini perlu dilakukan. Caranya adalah, anak perlu mendekati pelaku bully dan memberikannya sebuah mainan atau makanan sehingga anak tersebut akan luluh. Tapi dampak lainnya adalah adanya pemalakan untuk selanjutnya. Nah jika ini terjadi, minta anak tersebut untuk diajak kerumah, biar orang tua bisa mengenali karakter si anak dan mengidentifikasi langkah selanjutnya.

8.  Luangkan waktu untuk mendengar curhatan anak
Orangtua yang sibuk tentu membuat anak-anak kebingungan hendak menceritakan permasalahnnya kepada siapa. Apalagi untuk ukuran anak yang pendiam dan tertutup. Anak-anak akan kesulitan menemukan teman curhat jika orangtua tidak meluangkan waktu untuk mereka.
Luangkan waktu ketika magrib dengan mereka, temani anak membuat PR dan dengarkan ceritanya disekolah.

Nah, sekian tips dari saya, semoga bermanfaat untuk para orang tua. Kuncinya adalah kemauan kita untuk terus belajar menjadi orang tua terbaik untuk anak-anak kita. 

Catatan di #ramadhan 19

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kebaikan VS Semp*ak

“Kebaikan itu seperti sempak, setiap orang pasti punya, jadi tidak usah dipamerkan”

Begitu meme yang saya baca melalui media sosial sebuah Radio, dilengkapi dengan gambar sempak sebagai backgroundnya, membuat saya terpingkal geli.

Eh tapi benar tidak ya, kebaikan itu mesti tidak usah dipamerkan? iya juga sih ya, kalau dipamerkan nanti takutnya Riya, ujub, takabbur, sombong , dengki, hasad dan penyakit hati lainnya (ih gue apaan sih, lebay ni). Eits tapi bukannya ada juga tu beberapa program di medsos yang bertajuk “Bercerita kebaikan”. Nah bukannya ini sejenis kebaikan yang diperlihatkan?. Berarti sempaknya diperlihatkan dong ($#$%^$$@$%%&*^)

Hahaha, hal-hal gini sempat lewat ya di otak saya, (haha, wajar sih, wong kegiatannya termasuk melamun juga). Jadi acara berbagi kebaikan itu menurut saya tidak salah kok, ya yang namanya kebaikan itu kan menular. Dengan cara ini, siapa tahu hati para pendengarnya  dan para pembacanya tergerak untuk melakukan kebaikan yang serupa. Siapa tahu menginspirasi pemirsa untuk juga dapat bermanfaat dalam kebaikan. karena memang berbuat baik itu mudah ^^.

Jadi kalau gitu, sempaknya harus diperlihatkan?

HeheπŸ˜‰πŸ˜†, itu meme mah cuma sebagai bahan instropeksi dan renungan doang agar jangan terlalu membesar besarkan kebaikan yang kita lakukakan, kan jadinya bisa bikin kita sombong. Jika kebaikan kita dirasa bisa menginspirasi dan menulari semangat kebaikan bagi yang lain, ya sangat boleh banget dibagikan, kan nantinya jadi gerakan kebaikan yang dapat merubah banyak hal. Mending kan berbagi kabaikan daripada ga berbagi apa-apa atau malah berbagi yang jelek.
Soal sombong atau mah enggak mah itu urusan dapur masing-masing orang. Biarlah Tuhan yang menilai, ga usah dipikir dan ga usah men-judge.

Renungan di #4 Ramadhan.
Ayo berbagi dan berbuat baik dengan penuh cinta.

*ini judul kagak nyambung ya dengan isi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MencintaiNya Memerdekakan

Sejak dulu saya adalah penganut faham kebebasan dan kemerdekaan dan suka sekali dengan yang namanya ketidakterikatan. Sepertinya kata merdeka itu wah banget, bebas mau melakukan apa saja yang dimau tanpa cemas memikirkan keterikatan-keterikatan sosial yang dibuat rumit dalam peraturan-peraturan formal dan mengikat.

Dulu, saya suka memikirkan makna merdeka ini menurut definisi pribadi. Merdeka menurut saya pribadi adalah tidak terikat dengan apapun. Tidak terikat dengan rasa apapun dan tidak terikat dengan hal-hal yang mengikat. Tapi setelah dipikir pikir, apa benar manusia memang tidak terikat dengan apapun termasuk dengan hal yang dibutuhkannya?.

Makna ketidakterikatan saja sudah menjadi kabur bagi saya. Ia menjadi terikat dengan ketidakterikatan. Ia menjadi tidak merdeka dengan kemerdekannya. Ia menjadi terpaut dengan ketidakterpautannya. Jadi apakah memang manusia ini bisa merdeka sepenuhnya?.

Menjadi Manusia pada prinsipnya adalah merdeka, merdeka dalam artian bebas memilih apa saja karena dibekali akal oleh Yang Kuasa. Tidak seperti Ayam yang terikat dengan menjadi binatang Ayam. Lah kalau begitu manusia bisa bebas dong menjadi bukan manusia?wkwkwk (ngawur mah ini) Bukaaan. Manusia bisa bebas menentukan mau menjadi seperti apa yang dimau. Tapi sebebas-bebasnya pilihan tersebut, ia akan menjadi terikat dengan pilihan yang telah diputuskan tersebut. (opo tho mbakyu, ngomonge mbulet wae dari tadiπŸ˜…πŸ˜†).

Coba, manusia ketika marah kepada seseorang, bebas mau merasakan apa saja. Bebas mau memilih tidak memaafkan, dendam, balas memarahi atau malah cuek. Tapi ternyata begini, kita punya konsekuensi dari kebebasan tersebut. Misal, ketika kita memutuskan untuk marah atau dendam, maka kita akan diikat oleh perasaan tersebut yang pada akhirnya malah membuat kita tidak bebas dan dikendalikan oleh perasaan dendam tersebut.

Contoh lain, Ketika kita bebas makan sepuasnya, kita terikat dengan hawa nafsu.Ketika bebas berbelanja berapapun, kapanpun, dan berbelanja apapun, kita terikat dengan kepemilikan. Ketika kita bebas melakukan suatu hal yang disuka, suatu ketika kita akan jenuh. Nah, semua rasa kebebasan tersebut akan bermuara kepada rasa bosan. Ketika mendapat kebebasan jalan-jalan, kita terikat dengan yang namanya uang, dokumen-dokumen pribadi, dan perlengkapan jalan-jalan.

Ehmmm, itu hasil perenungan saya lo selama menjadi galau dulu. Sekarang saya menemukan nyanyi Maher Zain yang berjudul I love You. Katanya begini ni dalam salah satu liriknya how Your love has set me free and make me strong. You disini maksudnya untuk Tuhan.

Itu lirik lagu tersebut lama lo saya pikir dan rasakan. Nafsu saya bicara: Gimana mau bebas dengan Dia, wong dengan begitu kita udah diikat untuk sholat lima waktu, wong dengan begitu kita dikat untuk mengikuti petunjuk-petunjuknya.

Ehehehe, itu dulu ya pemirsah, pikiran ngawur bedebah saya. Ternyata tuntutan sholatnya dan syariat-syariat yang harus kita jalankan itu adalah bahasa Cinta-Nya kepada kita. Maka Dia meminta kita melakukannya dengan segenap cinta dan bukan sekedar menjalankan kewajiban. Maka ketika kita melakukannya dengan Cinta, maka kata harus berubah menjadi butuh. Dan ketika kita mencintaiNya, maka semua penghambaan pada yang fana akan hilang, berganti tidak terikat dan bebas dari rasa kepemlikian kepada yang fana (tapi iniiii sulitttt sekaliiii bagi saya yang maqomnya belum kemana-mana)

Lalu apakah tuntunan syariah yang ditetapkann olehNya tersebut akan mengikat kita?. Ohoho, justru itu akan memperkuat rasa cinta kita pada Nya. Pada Dia Yang Maha Pencinta dan Maha Pengasih.

Dulu kadang saya menganggap ritual ibadah ini cuma untuk menambah pundi pundi pahala. Ternyata Tuhan memang Maha Cinta, dia mempunyai maksud untuk kita lewat ritual ritual yang mesti dijalankan oleh manusia. Selain pengikat rasa CintaNya dengan makhlukNya, sholat ini membuat makhluk yang fana ini bisa istiqomah dan disiplin dalam mengelola waktu yang diberikanNya sehingga bisa disiplin dan istiqomah dalam menjalankan tugas-tugas keduniawian. Puasa dengan waktu yang telah ditentukan juga membuat manusia bisa lebih disiplin dan belajar tidak mencintai yang fana seperti makan minum dll (dalam bahasa tasawuf puasa adalah belajar menyifati diri dengan sifat yang berlawanan dengan diri kita, yaitu sifat yang tidak membutuhkan, Al Ghaniy, yakni sifat Alloh semata) aih Alloh maha romantis kanπŸ’

Lantas apa hubungannya dengan rasa merdeka? Saya pernah membaca status Quraish Shihab yang berbunyi Hati kita adalah tempat bersemayam Allah, maka jangan taruh hal-hal yang tidak disukai Allah dihati kita

Wuihh, makjleb banget.... sepanjang pikiran saya yang singkat dan dangkal ini, hal hal yang tidak disukai Alloh adalah: benci, dendam, dan penyakit hati lainnya, juga nafsu jelek yang tidak disukainya. Kenapa tidak boleh? Karena jika kita menaruh hal-hal diatas, maka dendam, benci, iri, dan nafsu jelek lainnya akan menjadi raja dihati kita sehingga hati tidak merdeka dan akan menutupi nafsu baik. Maka Taruhlah Alloh dan yang disukaiNya dihati, karena dengan demikian akan memerdekakan kita.

Coba, kalau sendalnya hilang, kita ikhlaskan saja,kita tidak sakit hati, kan hati jadi lapang, dengan demikian hatimu merdeka. Maka saya sedang mencoba belajar dan ternyata memang sulit, taruh sesuatu yang fana hanya ditangan saja, jangan dimasukin kehati, karena yang fana akan segera hilang. Kita selalu dan pasti akan menuju Yang Maha Kekal: Alloh Yang Maha Cinta. 

*Pengingat diri di #3 Ramadhan
Semoga kita selalu dalam dekapan cintaNYAπŸ˜πŸ’—

   Berikut saya tambahkan lirik Maher Zain ya ^^. 

Gambar diambil dari google

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tafakur Waktu (bag 2-selesai)


Hidup ini dibiarkan mengalir sajabegitu kata beberapa orang yang sering saya dengar. Hmmm...kalau dipikirkan sih memang waktu itu mengalir, setiap detiknya tidak ada yang abadi, tapi apakah lantas kehidupan disamakan dengan waktu? Dibiarkan mengalir aja?.

Ibu saya pernah mengejek motto Hidup ini dibiarkan mengalir sajaini ketika jargon ini meluncur dari mulut sepupu saya. Ibu saya beranggapan, kalau hidup dibiarkan mengalir ya habislah dia, ga ada yang nyangkut. Mending air sungai, mengalir menuju lautan, jelas tujuannya. Lha kalau kehidupan manusia mau dibiarkan mengalir kemana? Sementara waktunya telah semakin sedikit karena dibiarkan mengalir terus. Makjleb!😱

Jargon ini memang masih banyak penganutnya, saya mungkin dulu juga pernah memiliki jargon ini walau masih setengah-setengah (kagak ikhlas dikatakan pengikut penuh, wkwk :P). Ternyata prinsip ini juga dianut oleh bagi sebagian mereka yang pacaran namun belum bisa menentukan arah hubungannya udahlah, jalanin saja dulubegitu kira-kira. Lha kalau menjani saja tanpa arah bukannya itu kesia-siaan belaka?.

Ibarat jalan-jalan ke suatu daerah yang sudah lama kita impikan dan sekarang mendapat kesempatan untuk mengunjunginya (mungkin diberi esempatan untuk pertama dan terakhir kalinya). Ga ingin kan perjalanan kita sia-sia berlalu saja, nah makanya kita sudah mencari info dulu sebelum bepergian: objek wisata yang terdekat dan menarik dimana saja, berapa keuangan yang diperlukan, mau menginap di hotel mana. Semua perjalanan, Backpaker dan perjalanan mewah sepertinya memang harus ada planning yang jelas walau nanti disesuaikan dengan kondisinya.

Setiap penciptaan menurut saya mempunyai tujuan yang jelas dan telah ditakdirkan Tuhan. Hanya saja, terkadang Tuhan suka bermain-bermain dengan kita selaku manusia, Dia membiarkan kita kebingunan mencari arah dan tujuan hidup kita walau sudah dijelaskan dalam Al-Quran bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah (mengabdi) kepadaNya yang diamanatkandalam tugas kita sebagai Khalifah di muka bumi ini.  Tugas kita ini meliputi tugas terhadap diri sendiri, tugas terhadap keluarga, tugas terhadap lingkungan sosial, tugas terhadap alam. Semua lengkap dalam Al Quran.

Tapi sungguh, dulu saya kesulitan menemukan makna hidup yang singkat ini. Saya tahu bahwa semuanya akan berakhir di Yang Maha Kekal. Tapi sungguh dulu saya pernah galau, bertaya tanya kepada diri sendiri Untuk apa kita hidup toh akhirnya mati? Buat apa kita terlarut dalam kesenangan kalau toh pada akhirnya kita tidak terus-terusan berada di dalamnya? Lalu apa esensi kehadiran manusia didunia kalau pada akhirnya binasa (mati)?.

Ehmmm kalau mengingat itu dulu, wkwk, ternyata masa muda saya penuh kegalauan juga ternyata. Itu terjadi ketika saya mahasiswa. Bukan karena saya yang muda ini tidak banyak kegiatan dikampus. Bukan karena saya yang muda dulu tidak punya banyak teman. Bukan karena saya yang muda dulu ini apalah apalah. Saya yang muda dulu ini (sekarang semoga masih muda, cieee maksa) punya banyak kegiatan kok dikampus dan punya banyak teman, namun selalu pertanyaan tersebut berkeliaran dikepala saya. 

Pernah dulu saking bosannya, saya jalan-jalan sendiri ke Kaliurang, memasuki kampung penduduk, dan bertemu dengan mbah mbah yang sudah tua. Mbah ini kelihatan nyaman sekali dengan kehidupannya: bertani, menjemur dedaunan, dan melakukan pekerjaan pekerjaan yang biasa dilakukannya. Saya yang muda dan galau ini ngobrol ngobrol panjang dengan mbah dan main kerumahnya. Disana saya sampai seharian. Itu saja lantas saya pulang dengan tenang dan damai. Namun sungguh saya belum menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saya.

Saya merasa mulai tercerahkan ketika membantu korban erupsi Merapi. Bahagia rasanya menolong mereka. Bahagia rasanya dapat membuat anak-anak ini tertawa. Ah ternyata makna hidup bagi saya adalah sederhana: bermanfaat. Semoga ya ^_^.  Sekarang saya menambahkan sedikit semoga bermanfaat dalam kebaikan. Tambahan lagi Semoga bermanfaat dalam kebaikan karena Alloh dan untuk Alloh. πŸ˜‡πŸ’“

*nasehat untuk diri sendiri, di # 2 Ramadhan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tafakur Tentang Waktu (Bag 1)

Beberapa pekan lalu, saya membaca sebuah kolom di harian Republika yang lumayan membuat saya kembali termenung memikirkan esensi waktu. Berikut kesimpulan yang saya rangkum:  “Setiap hari yang kita lewati adalah gabungan jam, setiap jam yang kita lalui adalah gabungan menit dan setiap menit adalah kumpulan detik. Detik-detik yang kita lewati nantinya akan menjelma lemari di akhirat kelak yang bisa kita buka untuk melihat isinya. Nah bagaimana isinya nanti tergantung bagaimana kita mengisi detik-detik kehidupan kita di dunia. Apakah lemari kita ada isinya atau malah kosong”.

Kolom ini menjadi pengingat bagi saya, membuat saya merenung, dan bertanya kepada diri sudah berapa lama hidup di dunia? Apa yang sudah dilakukan dalam tempo yang sudah lama itu?. Sungguh saya tak mampu menjawabnya, hanya terbayang detik-detik yang dilewati dengan kesia-siaan menjelma lemari sedikit isi atau bahkan kosong melompong. Duh gusti, maafkan saya.πŸ˜–πŸ˜’

Artikel ini kembali saya bacakan kepada ibu saya karena memang terkadang kami hobi saling menceritakan bacaan apa yang dirasa bermanfaat-. Lantas ketika saya kelihatan malas seharian, ibu saya bertanya, sudah diisi lemarinya?” hehe, duhhh.

Mengenai waktu, saya pernah bertanya kepada teman saya, saya anggap pertanyaan bodoh sih. Begini pertanyaan saya Mas, nanti kalau orang-orang di surga apa nggak bosan tu kerjaannya senang-senang terus?” jawaban teman saya itu santai namun cukup logis untuk seorang saya yang mencari dan menyukai kelogisan fana. Begini jawabnya:  Waktu itu kan ciptaan Tuhan, sama fananya dengan manusia. Bosan itu juga rasa yang fana. Kesemuanya ada di dunia fana.  Jadi jangan berfikir dengan logika fana. Semua rasa nanti (diakhirat) tidak bakal ada yang fana.

Penjelasan tentang lemari waktu dan kefanaan waktu yang dijelaskan oleh teman saya mungkin adalah kelogisan yang bisa saya terima menurut ukuran saya yang percaya bahwa kehidupan akhirat itu ada. Sungguh dulu diri ini sering bertanya sendiri dan kadang lumayan bikin frustasi (sekarang isnyalloh saya sudah menemukan jawabannya sedikit, hehe): Untuk apa kita hidup toh akhirnya mati? Buat apa kita terlarut dalam kesenangan kalau toh pada akhirnya kita tidak terus-terusan berada di dalamnya? Lalu apa esensi kehadiran manusia didunia kalau pada akhirnya binasa (mati)?.

gambar dari google

Waktu adalah fana. Ia hadir dalam hitungan jam, detik dan menit karena sunatullah, karena memang ketentuan Tuhan. Ia dihadirkan Tuhan untuk menjadi teman sekaligus musuh bagi manusia. Menjadi teman, karena digunakan untuk hal yang bermanfaat. Menjadi Musuh manusia karena dihabiskan dalam kesia-siaan. Kesia-siaan disini menurut saya tergantung definisi pribadi dan tidak bisa distandardisasi. Tidur yang terlalu banyak menurut saya adalah sia-sia, sementara beberapa orang membutuhkannya karena menghemat energi untuk bekerja keras nantinya. Menonton tayangan gosip disatu sisi adalah hal yang sia-sia, tapi di sisi lainnya bermanfaat agar kita bisa mempelajari tipe-tipe manusia (maksa mah kalau ini! πŸ˜…).  

Kita diberikan waktu sama banyak oleh Tuhan, yakni 24 jam, terlepas dari jatah umur yang telah ditetapkan. Dari 24 jam itu sekitar sepertiganya sudah habis oleh tidur, belum lagi waktu untuk bermalas-malasan, menonton siaran TV yang kurang berguna, ngobrol ngalor ngidul, Menghabiskan waktu dengan sosmed, hanya untuk scroll dan membaca status orang-orang, lalu beberapa saat kemudian, buka sosmed lagi, membaca status yang tadi lagi (ini problem kecanduan sosmed pada banyak orang terlebih bagi saya!). beberapa kegiatan tersebut saya sebut sia-sia, mungkin bagi sebagian yang lain tidak begitu, karena mungkin menemukan kebermanfaatan, seperti mengomentari status di sosmed yang membuat tali silaturrahim kembali terjalin atau membaca tulisan yang inspiratif. Nah dari jatah waktu yang sama tersebut, ternyata kebermanfaatan waktu setiap manusia tidaklah sama. Intinya adalah berbeda usaha untuk mengisi lemari-lemari setiap detik kita.

Saya seringkali salut dalam hati terhadap orang-orang yang produktif dalam karya dan kebaikan versi saya. Salah satu ulama yang saya kagumi adalah Prof. Quraish Shihab. Membaca biografinya dan deretan panjang karyanya membuat saya seringkali bertanya, ini Prof berapa jam tidurnya dalam sehari? Dengan karya yang sebanyak ini, pasti banyak sekali bacaannya. Pasti setiap detiknya begitu berharga bagi beliau. Duh sungguh penuh lemari-lemari detiknya. Namun sungguh, ulama-ulama yang ilmunya sangat tinggi adalah orang-orang yang tidurnya hanya sebentar saja seperti kisah Imam Syafii yang diprotes oleh putri Imam Ahmad karena beliau beranggapan berbaringnya Imam Syafii adalah tidur, namun ternyata dipergunakan untuk menelaah Kitab Allah dan Sunnah Rasul SAW.

Saya pernah ke dokter yang waktunya menurut saya sangat berharga. Bayangkan, 3 bulan antri di layanan BPJS  sebuah RS hanya untuk mendapatkan pelayanan dari sang dokter sekitar 10 menit saja. Kalau tetap mau bertemu dan mendapat layanannya, silahkan mendaftar di Klinik lain non asuransi yang tentu mahal. Kata Ibu saya, Dokter tersebut sudah tidak lagi berada pada tataran bekerja untuk mencari uang, yang dia butuhkan hanyalah waktu agar bagaimana ilmunya tetap berkembang dan bagaimana kehidupannya bermanfaat untuk kemanusiaan.

Tapi ngomong-ngomong dari tadi saya kok membicarakan orang-orang yang melampauai batassaja ya. Mereka kan memang udah dari sononyabegitu. Ohohoho, menuliskan Prof. Quraish Shihab, Imam Syafii dan Sang Dokter tersebut hanya untuk jadi patokan dan jadi bahan belajar kok, bukan lantas orang-orang yang pekerjaannya kelihatan kecil dan remeh temehtidak dianggap. Bukan. Coba Rumah Sakit yang digunakan Dokter dibangun oleh tenaga-tenaga yang bekerja dengan memeras keringat dan membanting tulang, berusaha mencari nafkah halal untuk pendidikan anak-anaknya. Buku Quraish Shihab, sampai ke kita dan terbaca karena ada banyak aktor yang dianggap hanya kecil. Bukan kecilnya, tapi seberapa manfaatnya, toh pekerjaan besar selalu dimulai dari pekerjaan kecil dan remeh, toh dibalik aktor yang besar terdapat banyak aktor-aktor yang sudah bekerja keras. Jadi tugas kita hanya memastikan setiap detik lemari diisi dengan hal yang berguna.. Urusan isinya, serahan saja kepada Gusti Alloh. Bukankah pekerjaan yang diawali dengan niat Lillahitaala dan keikhlasan akan berbuah kebaikan? Bukankan Tuhan Akan membalas setiap kebaikan walau sebesar Biji Zarrah?

Intinya; Lillahitaala, Berbuatlah karena berharap Ridho Alloh, karena itu yang paling tinggi dari apapun. Dia. Muara dari semua kebaikanπŸ˜πŸ’›.

*nasehat untuk diri sendiri di #1 Ramadhan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS