RSS

Profil "Pelangi 6 Warna"

 

    “Pelangi 6 warna di Langit Sumbawa”, merupakan proyek besar kita diakhir penempatan, namun sayangnya tidak jadi rilis karena keterbatasan waktu. “Pelangi 6 warna di langit Sumbawa” ini rencanaya akan berbentuk majalah yang berisi profil kita-kita ini, para guru SGI penempatan Sumbawa Barat, juga tulisan-tulisan tentang program, kegiatan, daerah penempatan, dan sebagainya. 

     Filosofi Pelangi 6 warna, merupakan representasi dari kita berenam yang mempunyai warna dan kekhasan yang berbeda. Karena majalahnya tidak (belum) jadi, maka baiklah, saya mesti mengabadikannya di blog saya ini berdasarkan tulisan yang terkumpul dan editing seperlunya.

 Dan Taraaaaa! Inilah ke “6 Warna” tersebut.


   Mar’ah


       Ditempatkan di ujung KSB, di gunung Rarak Ronges namanya, jadilah dia Anggun alias anak gunung.  Dia adalah wanita tertangguh di tim kami karena daerah penempatannya ini memang sangat ekstrim jika dibanding daerah teman-teman lainnya. Kondisi  jalan yang becek dan gak ada ojek (benar-benar gak ada ojek sama sekali saking beceknya ) membuat dia setiap pulang dari ‘kota’ selama musim penghujan harus by sikil, alias jalan kaki. Mau tahu berapa lama? bisa ampe 5 jam jalan kaki, waduh rempong gak tuh? Hehe.
      Mbak Atun nama panggilan lainnya ini, hobi sekali makan es krim terutama yang cokelat,,, bahkan pagi-pagi buta yang masih dingin tetap doyan makan es… tapi juga sering sakit gigi, dan memang tak membuatnya kapok untuk minum yang dingin-dingin. 
     Mbak yang satu ini juga punya ciri khas ketika menjadi pembicara, selain nada salamnya yang diiramakan khas dia dia juga selalu menutup pembicaraan dengan gayanya,begini bunyinya… ‘mohon maaf jika ada salah kata, karena lidah tak bertulang, mungkin saja bisa keseleo’. 

   Asep
         Si Introvert yang menjelma menjadi ekstrovert selama di penempatan ini adalah tim leader kami. Kang Asep begitu dia biasa disapa. Selama menjalani masa pengabdian di KSB, beliau bertugas disebuah desa cagar budaya, Desa Mantar, itu loh, tempat syutingnya film “Serdadu Kumbang”     
       Gan yang berarti Juragan ini wajahnya akan berseri-seri begitu dia akan turun dari Mantar. Eh, tapi bukan . karena dia tidak cinta pada profesinya, namun karena dengan turun dari Mantar dia akan bisa mandi sepuasnya. Yah! Begitulah Mantar, Desa nan eksotis ini akan mengalami kekeringan  pada musim kemarau sehingga air akan sangat sulit ditemukan disana. Nah, bisa dibayangkan hanya berapa kali dia mandi dalam seminggu. Ups!.
      Dia ini punya ciri khas lo ketika menjadi trainer dan juga menjadi bahan bercandaan sebagai trademarknya “Asep” dikalangan tim SGI KSB. Dia akan membawakan ice breaking andalannya, yaitu senam jari dimana peserta training akan kesulitan mengikutinya, namun embuat gembira. Lima, empat...tiga satu..... 
         Motto hidupnya adalah “Siswaku, Siswaku, Siswaku…” motto yang katanya terinspirasi dari pesan terakhir Baginda Rasulullah SAW. Semoga mottonya ini bisa menjadi inspirasi bagi kawan-kawan guru Indonesia dalam mendidik siswa-siswa. 
   Bang Andi

          Inilah Andiwayeeee, eh salah, Andi Wijaya. Bang Andi yang suka menyematkan nama Wijayanya ini pada siapa saja yang ditemuinya. Suka kentut sebagai tanda keakraban pada kita-kita. Suka bikin pantun sebagai pembuka dan penutup training.  
      Bang Andi ini jaringannya luas lo, mulai dari perusahaan besar seperti PT. Newmont, guru-guru disekolah lain, sampai kepada guru-guru yang ingin curhat padanya. Pokoknya, jika ke Aik Kangkung, Desa penempatannya, sebut saja namanya, orang-orang pasti kenal dengan dia, begitulah katanya, dan memang terbukti kok, bukan hanya di Aik Kangkung saja lo jaringannya, desa tetangganya pun akan kenal dengan dia.
     Untuk lebih lengkapnya mengenai bang Andi, klik aja bang andi dimataarda di blog ini  karena sudah pernah saya posting sebelumnya.
      Aniwaye

         Ini dia tempat kita minta tolong kalau mau membuat video atau slide yang oke dan keren. Ani ini memang jago banget kalo soal teknologi komputer. Dan kemaren-kemaren ini dia punya hobi baru, yaitu membuat rekaman perjalanan yang direporteri langsung oleh dia. “HAI!!!”, begitu sapaan khasnya mengawali rekaman laporannya.  
          Ani ini bisa dibilang mempunyai kecerdasan musikalitas, apa sebabnya? Sebabnya adalah ketika kita sedang mengobrol dan mengatakan sepatah kata yang bisa dijadikan lirik lagu, dia langsung nyamber nyanyi ga peduli orang lagi ngomong, namun semua senang karena orang yang awalnya ngobrol, jadi ikut nimbrung nyanyi dan melupakan percakapannya tadi.hehehe.
         Selama penempatan di KSB, dia bertugas di SDN Jorok Tiram, desa yang paling panas cuacanya dan yang paling dekat dengan kota Taliwang. Meskipun dihuni oleh mayoritas orang Lombok, Ani sangat fasih berbahasa Sumbawa lho, loh kok bisa?
        Ani, yang kata Bang Andi memiliki ekspresi yang datar, akan berubah ekspresinya ketika kita bicara ulat bulu! Ih, ih, ih, begitu katanya sambil bergidik tidak karuan. Hehehe, untung selama dipenempatan tidak ada muridnya yang jahil memamerkan ulat bulu.
Fitri

       Ibu guru ini adalah ibu guru yang berhasil membawa “oleh-oleh” dari desa Kertasari. “Oleh-oleh” yang dimaksud adalah “oleh-oleh hidup”, Ya! Fitri adalah guru SGI yang akan menikah dengan pemuda setempat, konon satu tempat mengajar katanya. Selamat ya Fitri!!!
    Anak pertama dari dua bersaudara ini begitu supel. Mau bukti?? Maen aja ke kertasari sekolah penempatan fitri mengajar. Apalagi kalau berbonceng sama fitri, dari ujung hingga ke ujung desa capek kita menebar senyum. Hehehe. Saking banyaknya yang menyapa fitri. Mungkin tak terhitung berapa banyak yang sudah jatuh hati dengan fitri. Begitulah survey mbak Mar’ah membuktikan.
      Satu hal yang disukai Mar’ah dari Fitri adalah dia begitu loyal dengan teman-temannya. Tak peduli apapun permintaan tolong temannya, selama masih bisa dia selalu siap membantu. Apa mungkin karena dia begitu loyal ya? Hingga terkadang dia tidak peduli dengan dirinya. 
 Arda
       Nah, ini adalah saya. Bingung saya mau menulis apa, tapi mari kita lihat perspektif Ani saja, karena sebenarnya dia yang mendapat tugas untuk menuliskan profil saya. Begini katanya:
      “Dimanapun bu Arda berada disitu selalu ada suara nyanyiannya. Yap..bu Arda gemar sekali bernyanyi, meskipun lagu yang dia nyanyikan tidak pernah selesai dan selalu medley. Tapi baginya yang penting hepii. Untuk masalah ekspresif bu Ardalah nomor satunya, dia tidak ada malu-malunya untuk mengekspresikan apa yang dia rasakan”  (heh? Iyakeee?)
        Saya ditempatkan di SDN Lamuntet di Desa Lamuntet, satu Kecamatan dengan desa penempatannya Mar’ah. Desa Lamuntet ini punya sungai besar yang dangkal lho dan banyak batu-batuan, sehingga saya sering kesini untuk mandi-mandi dengan anak-anak atau mengajak anak-anak belajar dan melakukan kegiatan literasi.
         Saya ini adalah orang yang paling ceplas ceplos lo diantara teman-teman, dan ternyata ini juga menular kepada mereka. Satu hal yang khas dari saya ketika menjadi trainer adalah saya selalu memperkenalkan diri dengan sebutan “Bu Arda Balong” yang berarti Bu Arda yang Baik. Amin, mudah-mudahan begitu adanya. Oh ya, dulu diawal penempatan, karena tidak adanya angkot di KSB, saya bersama Mar’ah adalah orang yang diandalkan untuk memberhentikan mobil yang lewat untuk menjadi tebengan gratis. 

   Fakta unik tentang "Pelangi 6 Warna"

1.      Dimanapun selalu Heboh
         Nggak di warnet, di bis, di rumah Bu Idaa, atau dimanapun, jika ada kita, walaupun hanya berdua, keadaan pasti heboh seheboh-hebihnya seolah-olah orang lain yang berada disekitarnya hanya numpang belaka. Dan pemeran utama kehebohan ini adalah saya, Mar’ah, dan Ani.
Dan kehebohan ini setidaknya nyiprat juga pada Bang Andi dan Asep. Kata mereka, pembahasan heboh tersebut mulai dari hal-hal yang ga jelas, ga penting dan merembet kemana-mana dan biasanya berakhir dengan nyanyi bersama.
2.      Suka memanfaatkan yang gratis-gratis
          Yaiyalah, secara kita adalah pendatang, jelas kita harus mempunyai kenalan yang banyak, biar? Yaaaa biar meguntungkan kita-kita. Di penempatan, indikator orang baik adalah yang suka mengajak kerumah, menawarkan makan, meminjamkan motor. Pokoknya serba yang gratisan dan menguntungkan kita deh Terimakasih kami ucapkan sebesar-besarnya, buat orang-orang tulus di KSB yang dengan sepenuh hati menerima kami.
3.      Nebeng omprengan
           Nah, ini dia kekhasan kita diawal penempatan, saya dan Mar’ah yang bertugas menghentikan mobil akan lebih bahagia jika mobil yang kita tumpangi adalah omprengan alias punya bak terbuka di belakangnya. Bisa dibayangkan kita rame-rame nongkrong di belakang sambil poto-poto, sementara sopirnya di depan mikir “ini orang darimana ya?”
4.      Ngumpul di Mesjid
        
Haduh, saya lupa apa namanya mesjid ini. Mesjid yang suka kita jadikan tempat nongkrong selain untuk shalat. Nongkrong disini maksudnya adalah menunggu yang lainnya datang, dan tentu saja numpang mandi. Tapi akhir-akhir ini ada tulisan “Dilarang mandi di Mesjid”. Katanya Mar’ah, “Iyalah itu jelas, masa mandi di Mesjid”. Terimakasih Alwan dkk, yang membuat kita tambah nyaman dengan mesjid ini.  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Batu-Batu Pembagian Diki (Edisi Perpisahan)



Berisik dan tidak pernah tertib. Begitulah kesanku setelah beberapa kali masuk dan berkenalan dengan siswa-siswa kelas tiga SDN Lamuntet, tempatku bertugas. Guru yang jarang masuk menjadikan anak-anak ini jarang belajar sehingga mereka sudah terbiasa bermain diluar dan didalam kelas. Kebiasaan bermain ini berimbas pada susahnya mereka untuk ditertibkan dan susahnya membuat mereka diam barang sebentar untuk mendengarkann penjelasanku. Paling lama tiga puluh menit mereka bisa diam di kelas memperhatikan penjelasanku ditambah dengan membuat tugas. Itupun mereka akan saling mengunjungi kursi temannya dengan alasan yang biasa: meminjam alat tulis, melihat mainan baru teman, atau sekedar ngobrol dan bahkan melihat pekerjaan teman. Terkadangpun, jika sudah bosan berada di dalam, sebaian kecil diantara mereka akan keluar begitu saja tanpa permisi dan jangan harap akan kembali. Beberapa murid yang keluar akan masuk lagi hanya untuk mengganggu temannya dan kemudian keluar lagi. Sering aku mengingatkan mereka agar tidak keluar sembarangan dan meminta izin dulu padaku. Namun perkataanku dianggap angin lalu oleh mereka. Untuk menyiasatinya, aku berjaga di pintu kelas agar mereka tidak bisa keluar seenaknya dan bisa diam sejenak. Selain itu, aku juga sering menjanjikan akan memutarkan mereka film pendek setelah pelajaran selesai jika mereka mau mengikuti pelajaranku dan mau mengerjakan tugas. Namun sayangnya, hampir di beberapa pertemuan, janjiku ini sering mereka jadikan senjata agar mereka nantinya bisa menonton. Ah, tidak apa-apalah.
Sekali seminggu jadwalku mengajar di kelas ini untuk mengajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Dan tentunya, aku harus mempunyai banyak strategi pembelajaran yang menyenangkan agar mereka tertarik belajar dan tidak keluar kelas sebelum waktu belajar denganku selesai. Bisa dengan tontonan, menggambar, dan permainan. Jika hanya dengan ceramah saja, dijamin mereka tidak akan betah duduk lama dikursinya.
Lantas bagaimana dengan perkembangan akademisnya? Selain daya analisisnya yang masih rendah untuk ukuran siswa kelas tiga, beberapa diantaranya belum lancar membaca bahkan hanya  untuk kalimat yang sederhana diperlukan waktu yang lama untuk sampai selesai ke tanda titik. Harus dieja perlahan yang terkadang menimbulkan rasa bosan jika aku meminta mereka membaca buku cerita yang kupunya. Anak-anak kelas ini sebagian besar juga belum tahu perkalian sederhana. Beruntung disana ditempel papan perkalian dan pembagian yang tiap saat bisa dilihat.
Ketika aku melihat soal matematika pada ulangan kenaikan kelas ketika aku mengawas mereka, maka aku hampir memastikan bahwa sebagian besar dari soal, tidak akan bisa dijawab dengan benar. Tidak adil memang, mengadili sebelum membuktikan. Namun begitulah kenyataannya. Maka ketika setelah beberapa menit, mulai timbul berbagai pertanyaan-pertanyaan yang membuat aku terheran-heran. Pertanyaan tersebut akan dengan mudah dijawab oleh siswa kelas tiga lainnya. Seperti pertanyaan bagaimana hasil kali 7 dikali 5, bagaimana bentuk sudut tumpul, dan bagaimana 50 dibagi dengan 5.
Beberapa anak mengisi jawaban asal-asalan, bahkan mencontek pekerjaan temannya dan mengumpulkannya kepadaku. Bebas, mungkin begitulah perasaan mereka sewaktu mengumpulkan hasil pekerjaannya. Kulihat lembar jawabannya, banyak diantaranya menjawab dengan tidak nyambung. Aku hanya melengos melihat mereka yang berlalu keluar kelas.
Sekitar empat orang anak masih asyik mengerjakan soal. Pada saat inilah aku melihat kegigihan seorang Muridku, Diki, yang terus bertanya kepadaku bagaimana cara mencari jawaban keliling persegi panjang, aku menjelaskan sedikit bagaimana caranya. Dan dia kembali kemejanya untuk mencari hasilnya. Kemudian dia datang lagi menanyakan soal pembagian dan kemudian aku menjelaskan bahwa caranya adalah 27 dibagi dengan 3. Saat itu aku melihat sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh siswa lainnya selama aku mengajar. Masih mengapit soal dilengannya, dia keluar sambil berlari. Oh mau kemana dia? Batinku. Beberapa detik kemudian, dia kembali. Tapi kali ini bukan hanya lembar soal yang ada ditangannya. Namun kedua tangannya mengenggam batu-batuan dalam jumlah banyak. Ini batu mau diapakan? Pikirku tanpa menegurnya. Dia menaruh batuan tersebut diatas meja dan kemudian menghitungnya. Satu, dua, tiga, empat….lima, enam, tujuh…….enam belas. Dan kemudian dia berlari lagi keluar kelas. Masuk lagi dengan batu-batuan yang kembali memenuhi tangannya. “Enam belas……………tujuh belas…delapan belas…….sembilan belas………….nah, dua tujuh!” soraknya riang. Sementara temannya yang lain mulai mengerubutinya ingin tahu.
Olala, baru aku tahu apa maksudnya dengan batu-batu ini. Dia mencari hasil pembagian 27 dibagi dengan 3 dan mengelompokkan batu tersebut tiga tiga sampai batu yang berjumlah dua puluh tujuh itu habis. “satu, dua, tiga, empat, lima”. Dia menghitung banyaknya pengelompokan batu tersebut dengan cepat. “Sembilan ibuuuu!!!” soraknya. Sontak aku dan beberapa siswa lain yang mengerumuninya bertepuk tangan atas keberhasilannya.   
Ah, mengalami kejadian ini kembali membuatku optimis. Berkaca dan lantas merenungi,sudahkah saya mengajar dengan gigih, berusaha membuat mereka mengerti, berusaha membuat mereka tertib, berusaha membuat pembelajaran jadi menyenangkan mereka. Jika semangat mereka saja sudah tinggi untuk mendapatkan ilmu, lantas masih pantaskah kita bermalas-malasan mengajar mereka?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS