Rintik-rintik
hujan jatuh perlahan, mencurahkan airnya, dan seketika mulai melebat. Aku
menikmati aroma tanah yangkhas dari campuran hujan yang segar. Kulihat
anak-anak berlarian memasuki halaman sekolah, berpesta menyambut derasan hujan
yang mengalir, menimpa dan membasahi kulit-kulit mereka. Ada yang tengadah
sambil membuka mulutnya lebar-lebar seolah-olah akan sanggup menampung air
hujan yang begitu banyak dalam mulutnya. Ada yang berlarian sambil merentangkan
kedua tangannya, menuju tanah becek yang digenangi air, dan lalu seolah-olah
jatuh terpeleset, kemudian tertawa lepas, menikmati semburan air dari kaki-kaki
kecil mereka. Seorang anak datang lagi, mengayuh sepedanya, dan berkeliling
tiang bendera lima putaran, lalu hormat kepada sang merah putih yang basah.
Beberapa
anak diantaranya berjongkok di pojok lapangan sekolah, sedang mencoba menahan
air yang mengalir dengan menumpuk pasir disekelilingnya sehingga membuatnya
menggenang, lalu seorang anak meletakkan lima buah sedotan, menghubungkan air
yang menggenang dengan tanah yang lebih rendah, lalu mereka bersorak riang. Mereka
telah berhasil. Berhasil mengalirkan air yang mereka coba bendung melalui
pipa-pipa sedotan yang mereka kumpulkan sepanjang lapangan sekolah. Itulah
bendungan dan air terjun buatan tangan-tangan mungil mereka.
Hujan
yang deras telah pergi, digantikan rintik-rintik kecil. Beberapa diantara
mereka menuju sungai yang terletak di belakang sekolah dan akupun mengikuti
mereka. Berjongkok di pematang sawah yang tergenang air, aku menyaksikan mereka
terjun dari ketinggian, dan lalu pura-pura hanyut terbawa derasnya sungai dan
juga sambil pura-pura berteriak minta tolong kepadaku, melambai-lambaikan
tangannya. Mereka ingin aku bergabung
agar bisa ikut pura-pura hanyut dan juga berteriak-teriak.
Ya!
Mereka adalah siswa-siswaku yang baru satu bulan yang lalu aku kenal. Pertemuan
satu bulan yang membuatku telah merasa begitu dekat dengan mereka. Pertemuan
satu bulan yang membuat aku terjebak dalam rasa yang menyenangkan. Yang
membuatku semakin bersemangat.
Jiwa-jiwa
yang hidup. Begitulah aku menamai mereka. Mereka yang begitu antusias sekali
ketika pertama kali aku memperkenalkan namaku. Mereka yang mengulang-ulang
nyanyi dan tarian yang aku ajarkan. Mereka yang selalu berebutan ingin bisa
ketika aku mengajari cara melipat ikan dari kertas origami. Ah! Begitu
mengesankan sekali mereka.
Jiwa-jiwa
yang hidup. Kalimat ini selalu bermunculan di kepalaku berikut bayangan
wajah-wajah polos mereka, tentang keusilan-keusilan kecil mereka, teringat
pertanyaan-pertanyaan sederhana mereka yang sering mereka ajukan kepadaku.
Jiwa-jiwa yanghidup, yang selalu membuatku tersenyum sendiri ketika teringat
ekspresi ingin tahu mereka, teringat ekspresi heran mereka kala aku melakukan
sesuatu hal yang aneh menurut mereka.
Jiwa-jiwa yang hidup, jiwa-jiwa yang selalu aku temui tiap pagi bahkan ketika
matahari pun terkadang belum menebarkan sinarnya.
SDN
Lamuntet. Itulah nama SD tempat aku mengabdi untuk satu tahun ke depan. Walau
baru satu bulan, telah begitu banyak aku menerima pelajaran dan kemurahan dari
sini, terutama dari siswa-siswanya, si pemilik jiwa-jiwa yang merdeka. Aku
belajar banyak dari mereka tentang banyak hal. Tentang ketulusan, cinta,
kebebasan, semangat dan perjuangan. Aku menyadari bahwa kegembiraan tercipta dari hal-hal yang
sederhana dan kebahagiaan terlahir dari sebuah ketulusan. Wahai jiwa-jiwa yang hidup, semoga aku tetap tertular semangat-semangat
hebat kalian sampai kapanpun.
*Didedikasikan
untuk seluruh siswa SDN Lamuntet yang telah menularkan semangatnya kepadaku.