RSS

Namaku Ludo

Namaku Ludo. Begitulah yang kutahu sejak aku bersamanya, dan aku juga tahu dia menamaiku Ludo karena dia ingin Ludo selalu ada menemaninya. Ludo yang pertama, adalah seekor kucing. Kutahu karena dia menceritakannya padaku suatu saat, sewaktu aku menemaninya berangkat ke kampus. Kucing hitam putih katanya, yang jinak padanya, namun begitu liar pada orang lain.

Namaku Ludo. Cukup Ludo. Aku ada untuk menemaninya juga menggantikan Ludo yang Kucing. Katanya, ia memilihku karena aku bisa menjadi temannya melewati jalanan Jogja yang padat karena jumlah pengendara kendaraan bermotor semakin meningkat. Dengan besi menjulang di kedua sisi setangku, persis tanduk, yang menyebabkan aku juga dipanggil setan, sepeda tanduk, olehnya, walaupun ia lebih suka memanggilku Ludo. Ia juga memintaku untuk menemaninya pergi les, tiap sore, dimana semua teman-temannya berangkat naik motor dan kekampus. Dan ia tetap setia memintaku untuk menemaninya, ketika tempat lesnya pindah yang berarti semakin jauh dari kostnya.

Aku menemaninya melewati sore, bersama menghirup asap kotor yang diciptakan bus angkutan, motor, mobil, dan semua jenis kendaraan bermotor yang memadati jalanan. Aku menemaninya melewati malam, pulang les, ketika teman-temannya sudah mendahuluinya dengan motor. Terkadang malam pun kami lewati dengan hujan yang kadang turun banyak.
Persahabatan kami semakin erat saja. Aku bisa merasakan emosinya. Bagaimana ia harus berjuang menahan arus lalu lintas agar bisa menyeberang jalan membawa aku. Bagaimana kami merasakan hujan bersama-sama. Menjadi satu dalam basah. Ah! Aku selalu meneriakinya, agar dia jangan berputus asa.  Karena aku ada untuk menemaninya. Ada untuk memudahkan perjalanannya.

Aku dapat merasakan energi gembiranya. Dia bertemu dengan teman lesnya yang selama ini tidak kenal karena beda kelas, yang juga memakai sepeda. Dia begitu gembira karena tidak akan sendiri lagi menyusuri jalanan yang malam.  Jadilah aku juga mempunyai teman baru. Dia tidak memakai tanduk, tapi mempunyai keranjang didepannya.
Dan mulai hari ini, kami bersama menyusuri jalan Jogja dimalam hari. Dia kudengar sering bercerita kepada teman barunya itu, bercerita mengenai banyak hal, bercerita bagaimana kuliahnya, dan juga menanyakan perihal teman barunya itu. Dan tentunya aku juga mempunyau teman baru, dimana roda kami sama-sama bergerak membawa tujuan masing-masing. Kelebihannya, dia mempunyai klakson sehingga aku juga turut aman ketika banyak kendaraan bermotor yang membuat langkah kami kurang lancar.

Namun, suatu saat, aku benar-benar tidak tahu hal ini akan terjadi. Ia membawa teman baru, yang lebih bagus dan dapat berlari kencang. Dan tiba-tiba saja posisiku untuk menemaninya ke kampus dan pergi les tergantikan sudah oleh dia yang dapat berlari kencang.

Aku dibiarkan diam. Berdiri sepanjang hari di sudut parkiran kostnya. Aku dibiarkan sendiri. Lama kelamaan aku menjadi pasrah. Banku menjadi gembos dan rantaiku dibiarkan menjadi karatan.
Suatu saat, aku melihatnya berjalan mendekatiku. Ternyata ia menghampiriku dan lalu menuntunku menuju sebuah bengkel. Banku sudah sempurna lagi dan rantaiku juga diolesi oli. Aku bahagia lagi, menjadi hidup lagi, bisa bermain bersamanya lagi.

Namun, besoknya, aku tahu bahwa aku tak akan pernah bisa menjadi seperti yang dulu lagi baginya. Walau aku sudah sehat lagi, namun apalah artinya aku jika dibanding motor baru yang dipunyainya itu. Aku dibiarkan kembali mendiami sudut kosong tempat parker dikostnya itu.

Suatu hari, ada yang menuntunku keluar dari parkir kost, dan aku tidak mengenal siapa dia. Sepertinya juga bukan teman kostnya. Aku dinaiki dan dikayuh menuju suatu tempat, yang ternyata adalah rumahnya. Dirumahnya tersebut, aku diolesi oli dan debu disekujur tubuhku dibersihkan. Walau tak tahu bagaimana nasibku selanjutnya, namun perasaanku mengatakan, bahwa orang yang tak dikenal yang membawaku ini sepertinya lebih membutuhkanku dibanding teman lamaku itu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Berburu Babi Hutan

Berburu Babi hutan, begitulah kami menyebutnya. Berburu Babi hutan dilakukan untuk mengurangi populasi Babi hutan yang dapat merugikan petani karena dapat merusak tanaman. Samalah halnya seperti memancing, berburu Babi hutan adalah sebuah hobi. Hobi bagi mereka yang mempunyai Anjing peburu. Ada kepuasan tersendiri ketika menyaksikan Anjing-anjing mereka berlari memasuki hutan, apalagi ketika mereka berhasil menangkap Babi dan memakannya dengan kawanan Anjing lain. 

Kelompok Berburu Babi hutan ada lho. Mereka berasal dari berbagai daerah yang tergabung dalam sebuah kelompok besar. Secara bergilir dan berkala mereka akan mendatangi daerah-daerah lain untuk berburu. Jika berburu Babi hutan telah dilakukan disuatu daerah, maka mereka akan kembali melaksanakan perburuan dalam kurun beberapa waktu kemudian. Tergantung bagaimana pertumbuhan populasi Babi hutan di daerah tersebut. 

Gambar: http://maswantoaceh.wordpress.com


Pernah beberapa kali, berburu Babi hutan besar-besaran diadakan di nagari kami. Mulai dari pagi, banyak kendaraan hilir mudik. Suara gonggongan turut mewarnai bunyi kendaraan. Disana kita akan menyaksikan banyak kendaraan, baik omprengan (pick up), carry, motor, dan jenis kendaraan lainnya. Dari kendaraan tersebut keluarlah kepala Anjing yang menjulurkan lidah dan beberapa dari mereka ada yang menyalak-nyalak. Di dalam mobil terdiri dari beberapa Anjing dan majikan sang Anjing yang bercampur jadi satu. Jika menaiki motor, maka sering kita jumpai Anjing yang dipangku tuannya, atau berada didepan motor. Seperti menyaksikan dua orang sahabat sedang menuju suatu tempat. 
Pencinta Anjing ini akan memasuki hutan bersama Anjingnya ke daerah-daerah buruan yang sudah dibagi sebelumnya. Dapat dibayangkan bagaimana serunya pertarungan antara Anjing dan Babi ini terjadi didalam rimba sana.Tapi kalau dipikir-pikir, kasihan juga Babinya. :(


Sorenya, setelah berburu Babi ini telah seselai. Suasanya seperti di pagi hari. Heboh oleh gonggongan Anjing. Para pemilik anjing ini singgah di warung-warung sepanjang kampung untuk membeli telur ayam atau telur bebek yang akan diberikan kepada Anjing mereka. Telur ini berfungsi untuk mengembalikan stamina sang Anjing setelah berburu Babi. Namun beberapa peristiwa yang tidak diinginkan juga sering mewarnai perburuan Babi ini seperti Anjingnya terluka, mungkin karena pertarungan dengan Babi atau mungkin berebut Babi dengan sesama Anjing lainnya. Selain itu, beberapa Anjing juga bisa hilang tersesat di hutan atau dipemukiman warga sehingga sang pemilik Anjing akan menelusuri perkampungan untuk mencari Anjingnya yang hilang ini. Terkadang dalam beberapa kasus beberapa, beberapa Anjing yang hilang tidak bisa ditemukan.  


Beberapa hari setelah berburu Babi ini selesai dilaksanakan, biasanya dari air sungai yang mengalir dari arah hutan akan mengeluarkan aroma bangkai. Ini terjadi karena pertarungan antara Babi dan Anjing terjadi di hulu sungai sehingga bangkai Babi yang mati akan tercecer dan terbawa arus air sampai ke hilir.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mimpi Sepotong

Aku pernah berfikir tentang siapa aku ini
Tentang siapa diriku
Apakah aku yang ada sekarang pernah ada sebelumnya
Ada dalam kehidupan sebelumnya
Mungkin ada dalam bentuk kucing, angsa, harimau
Atau dalam bentuk manusia lainnya, perempuan atau laki-laki
Dan aku juga berfikir, jika aku yang sekarang mati,
Apakah dikehidupan berikutnya aku akan ada lagi
Mungkin dalam bentuk lainnya, hewan atau manusia
Dengan ingatan yang baru. Yang tak mengingat kejadian lalu
Aku juga berfikir, tentang mimpi-mimpi yang kualami
Sepertinya otakku disatu titik menyimpan rahasia tentang siapa aku
Yang dibagi hanya dalam mimpi sepotong-sepotong
Dimana aku menjadi fungsi lain, dan aku tahu peranku dalam fungsi itu.
Tidak tepat juga disebut déjà vu.
Yah, setiap mimpi sepotong berakhir
Dalam beberapa detik aku mengenal siapa diriku ada di mimpi itu
Yang tentu saja bukan diriku yang sekarang,
Aku juga beberapa kali berfikir
apakah aku yang lain sedang menjalani kehidupan lain juga
Berperan sebagai manusia lain
dengan fungsi dan kehidupan yang berbeda dengan kehidupan yang aku alami dan aku rasakan
dan aku juga pernah berfikir, apakah aku yang sekarang sering bertukar peran kehidupan dengan aku yang lainnya
Namun tidak saling mengenal antara sisi lainnya
Mereka hanya berbagi dalam memori kecil di otakku tanpa sepengetahuanku
hanya dibagi dalam mimpi yang sepotong.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Stereotip dan Pandangan yang Tidak Adil

-- Karena adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam tindakan  (pramoedya Ananta Toer)--

“Wooo! Pelit! Dasar Minang”, “Kamu orang Minang ya? Berarti Pelit ya?!. Sejenak saya terdiam. Kata itu ringan, terlontar begitu saja dan tanpa beban dari beberapa teman saya dan terkadang diikuti oleh tawa. Kata itu, selalu menyudutkan saya. Saya bukan sedih karena menyudutkan sifat saya, namun saya sedih karena menyudutkan dan membawa-bawa daerah asal saya, Minang.

Pelit, itu sifat lain dari seorang manusia, dan bukan sifat dari suatu kelompok, menurut saya. Wong jika dia mau mencemooh sifat saya yang pada saat itu lagi pelit –mungkin karena memang tidak ada yang bisa saya berikan, dan kebetulan mungkin lagi pelit— boleh kok, saya tidak akan protes dan saya akan menerimanya sebagai kritikan. Namun ketika sudah membawa embel-embel daerah saya, sepertinya agak kurang bisa diterima. Yang melakukan dan mempunyai perbuatan itu saya, tapi kenapa malah semua orang didaerah saya yang kena .Bukankah dengan kata “Minang” maksudnya adalah semua orang Minang ?. Sejenak saya teringat akan berbagai judge yang tidak adil yang ditujukan pada masing-masing daerah. Stereotip. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata ‘stereotip’ adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subyektif dan tidak tepat. Pelit, kata itu secara stereotip sering ditujukan pada bangsa Minang dan Cina sehingga sadar atau tidak kita sering menjudge seseorang berdasarkan sifat secara stereotip.  

Supaya tidak terjebak dalam pandangan yang kurang adil ini, sebaiknya kita mengenal tradisi, kebudayaan dan kebiasaan suatu daerah. Seperti bangsa Minang dikenal sebagai perantau. Para perantau ini umunya mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang. Disisi lain sistem kekerabatan matrilineal yang mengutamakan kesatuan genealogis mengharuskan mereka untuk memberikan perhatian kepada kemenakan dan saudara-saudara di kampung, baik perhatian materi maupun non materi. Karena sebagian besar para perantau tidak mempunyai kesempatan yang banyak untuk memberi perhatian non materi, maka solusinya adalah memberikan perhatian materi. Karena itulah mereka harus berhemat agar nanti ketika mudik dapat membawa uang lebih banyak untuk diberikan kepada saudaranya yang berada di kampung. 

Selain itu, terdapat beberapa anggapan dari orang kampung bahwa orang yang merantau itu pasti sukses di tanah rantau, walau dalam beberapa hal tidak sesuai dengan kenyataannya. Atas dasar asumsi itulah, mereka harus kelihatan “keren” ketika pulang kampung walaupun mereka harus banting tulang untuk melakukannya. Hal inilah yang turut membuat mereka harus berhemat-hemat di tanah rantau. Beberapa alasan diatas tersebut, hanya mewakili beberapa pandangan saja kenapa bangsa Minang dikenal pelit.

Tapi lepas daripada itu, sifat pelit itu merupakan sifat individu dan bukan sifat suatu kelompok. Jadi tidak bisa kita menjudge seseorang berdasarkan stigma-stigma yang beredar dalam masyarakat. Mungkin kita mendengar penilaian seseorang atas suatu bangsa. Beberapa penilaian ini juga tidak terlepas dari individu yang dijudgenya. Mungkin dia memang  menemui dua orang atau lebih yang berasal dari daerah yang sama yang mempunyai kemiripan sifat, makanya timbullah dugaan yang bisa mengarah kepada prasangka yang tidak tepat atau dikenal dengan stereotip. Nah orang ini akan menceritakan penilaian ini kepada temannya, dan temannya ini pun akan bisa ikut menduga seperti yang diceritakan. Begitulah stereotip , terjadi atas penilaian yang kurang adil dan subyektif.  

Jika ditelusuri lebih dalam dan atas dasar penilaian individu, banyak juga orang yang dinilai secara stereotip, justru malah tidak menunjukkan sifat seperti apa yang sering kita dengar sebagai pandangan yang tidak tepat ini. Tapi terlepas dari hal tersebut, sudah sebaiknya kita adil dalam menilai seseorang, bukan berdasarkan ukuran yang abstrak dan tidak objektif apalagi sampai membawa-bawa daerah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Alam Pikiran Bonk

Bonk yang imut, yang suka dipoto
 

Tulisan ini saya buat karena sebelumnya saya membaca sebuah majalah yang memuat tentang alam pikiran binatang yang mendeskripsikan kepintaran beberapa binatang. Maka tidak ada salahnya juga saya menulis tentang Bonk, kucing saya yang telah hidup bersama saya selama lebih dari 3 minggu. Menurut saya Bonk juga mempunyai otak yang cerdas dan mampu mengenali ekspresi wajah saya dan juga tidak melakukan hal-hal yang sebelumnya saya larang.
Saya pikir dia mempunyai perasaan yang sensitif dan gampang bersedih. Saya jadi memikirkan kemungkinan sifatnya ini dengan masa lalunya (saya menemukan Bonk di jalanan). Ketika saya menunjukkan rasa tidak suka ketika dia melakukan hal-hal yang membuat kamar saya kotor, dia langsung terdiam dan pergi kekandangnya, disana dia terdiam sampai akhirnya tertidur. Ketika dia tertidur, saya mengelus kepalanya. Biasanya ketika saya mengelus kepalanya, dia langsung menandak-nandak. Berbeda sekali dengan hari itu, Bonk tetap diam dan terkesan menutup diri. Ketika telah bangun, dia duduk menghadap kamar saya, namun tampaknya tak berani masuk. Dia memandang saya sambil memiringkan kepalanya seperti orang yang sedang berfikir.
Bonk mengerti hal-hal lain yang boleh dan tidak boleh dilakukan, seperti dia tidak mau memanjat tempat tidur saya sekalipun dia sudah bisa melompat. Tidak mau mengganggu saya makan. Dan sepertinya dia tahu kalau saya berada dalam mood yang jelek, dia main sendiri dan tidak mengganggu saya, padahal kalau dia mengajak saya bermain kan ini bisa membantu saya melupakan hal yang membuat mood saya jelek.
Saya juga senang sekali membacakan cerita untuknya dan hal ini akan membuat dia tenang, lalu menunjuk-nunjuk gambar dari buku cerita yang saya bacakan. Dia memperhatikannya sebentar dan kemudian pergi. Hahahahaha.
Tapi lama kelamaan Bonk semakin tidak tahu diri, dia suka seenaknya menaiki piring makan saya, suka menggigit dan berguling-guling, suka masuk mukena ketika saya sedang shalat. Suka minta makan walau dia sudah dikasih makan sebelumnya. Kata teman saya dia urakan. Hahahaha. Ketika saya menanyakan perihal perilaku Bonk ini kepada teman saya yang kuliah di jurusan Psikologi, dia mengasumsikan bahwa perilaku Bonk menjadi demikian karena dia disorientasi, karena tidak adanya kucing lain yang bisa dicontohnya. Tapi lepas dari itu, Bonk tetap ngangeni dan menggemaskan, apalagi ketika sedang aktif-aktifnya. Saya tidak bisa meninggalkan Bonk sendirian dikost dalam waktu yang lama. Ketika saya sedang diluar untuk beberapa keperluan, saya ingin cepat-cepat menyelesaikannya dan kembali pulang ke kost.

Bonk, ternyata suka bermain

Bonk masih sendu, dihari pertama ketika saya menemukannya di jalan.


Tapi beberapa teman kost saya takut sama Bonk, ini karena sifat urakannya. Selain itu dia akan menganggap orang lain tersebut adalah temannya sendiri sehingga dia tidak segan-segan mengajak main dengan mengejar dan mencakar-cakar. Yah, paling tidak begitulah saya mengartikan sifat urakannya itu. 
Selain itu, Bapak kost saya juga meminta agar tidak memelihara Kucing, jadilah saya menitipkannya di teman saya. Tapi tidak bertemu dengan Bonk dalam sehari emnag lain rasanya, tetap saja saya tiap hari kesana, sekadar menengok atau membawakan makan untuknya.

Terlelap setelah kecapean menjelajah kebun kacang

Tapi kehidupan terus berjalan dengan berbagai dinamikanya. Teman saya harus pindah dan saya juga harus mengerjakan beberapa hal yang membuat saya harus meninggalkan Jogja. Solusinya adalah menitipkan Bonk kepada Mbah teman saya yang ada di Klaten. Dan Jadilah Bonk transmigrasi. Mudah-mudahan Bonk kerasan disana. Kan suasananya pedesaan, jadi Bonk bisa mengejar kecoak, capung dan bermain banyak hal disana.
Awalnya kami berniat akan menjenguk Bonk suatu saat nanti. Namun beberapa perubahan terjadi yang menyebabkan kami tidak bisa menjenguk Bonk. Yah, mudah-mudahan Bonk disana bahagia, gemuk, dan tetap nakal dan urakan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tradisi Membuat Minyak Tanak

Kali ini saya ingin menulis tradisi orang kampung saya yang biasa membuat minyak kelapa atau dikampung saya popular dengan istilah minyak tanak. 

Pagi ini, ketika saya membeli gorengan dan memakannya. Ketika digigit, ada aroma khas yang familiar saya rasakan dulu dikampung. Aroma minyak kelapa, khas sekali. Ketika saya bertanya kepada mbak yang menjualnya, apakah dia memakai minyak kelapa, dia menjawab iya, dan meneruskan dengan mengatakan bahwa minyak kelapa disini ternyata harganya jauh lebih mahal daripada minyak goreng biasa.
Sepintas saya teringat kunjungan kuliah Manajemen Lingkungan ke sebuah pabrik pengolahan produk-produk kelapa di Bantul. Produk olahan yang terkenal adalah Virgin Coconut Oil (VCO), Produk ini berkhasiat menyembuhkan penyakit tertentu dan sudah terbukti secara klinis. Sewaktu kunjungan kami juga disuguhi gorengan ubi yang digoreng menggunakan minyak kelapa. Aroma yang sedap dan rasa yang gurih. Sungguh nikmat sekali rasanya.
gambar: http://lelakisejarah.blogspot.com/2011/08/jalan-hidup-kelapa.html
 Ternyata desa saya sudah lama menemukan minyak kelapa ini, namun sampai sekarang belum tertalalu tahu khasiatnya secara ilmiah. Minyak kelapa atau minyak tanak ini merupakan sebuah tradisi dimana pengolahannya didapat secara turun temurun. Namun minyak tanak ini belum terlalu lazim digunakan untuk menggoreng. Mungkin ada yang menggunakannya sebagai  minyak goreng, namun tidak terlalu banyak.
 Di nagari kami, minyak kelapa digunakan sebagai campuran jengkol. Jadi ketika jengkol yang sudah dipenyetin dan dicampur dengan sambal uleg, maka kami menyajikannya setelah dicampur dengan minyak tanak ini. Selain itu, samba lado biasanya juga menggunakan minyak tanak ini sebagai penambah cita rasa tersendiri. Ada aroma yang khas ketika kita mencium jengkol atau sambalado yang dicampur dengan minyak tanak ini, dan membuat kita ingin segera melahapnya. Aroma yang didapat biasa saja ketika kita hanya mencampur dengan minyak goreng biasa.  Minyak tanak ini mempunyai tempat tersendiri di hati para penggemarnya, khususnya pencinta jengkol dan sambalado. Dan umumnya, perantau, ketika pulang kampung biasanya tak lupa membawa minyak tanak ini sebagai oleh-oleh.
Namun pada saat sekarang, keberadaan minyak tanak ini semakin sedikit, orang lebih memilih produk praktis. Jika menginginkannya, kita bisa memesannya dan minta tolong dibuatkan kepada orang tertentu, dan hal ini pun sudah jarang sekali. Berbeda dengan keadaan dahulu, setiap rumah sepertinya mempunyai minyak tanak, dan dulu sewaktu kecil sering membantu ibu saya memasak minyak tanak ini.
Hasil kebun kelapa yang banyak bisa membuat seseorang mengolahnya menjadi minyak tanak. Sebetulnya membuat minyak tanak ini tidaklah terlalu sulit, hanya memakan waktu yang lebih lama. Untuk membuat minyak tanak ini kita memerlukan banyak buah kelapa. Sama dengan membuat rendang,  yang akan kita pakai adalah sari santannya. Ketika buah kelapa sudah selesai diparut, lalu hasil parutannya ini diambil sari santannya. Air yang digunakan untuk memerasnya, tidaklah terlalu banyak, namun mampu mengeluarkan sarinya. Agar sari santannya keluar, sebaiknya kita menggunakan air panas ketika memerasnya. Ketika air sari santan sudah terkumpul, saatnya kita panaskan di tungku pemanasan. Menggunakan kayu bakar dalam memasaknya lebih disarankan, agar aroma yang dikeluarkannya semakin terasa. Nah, biarkan sari santan mendidih, sesekali diaduk.
Setelah beberapa lama, sari santan ini akan mengeluarkan minyak dan membentuk dua lapisan, lapisan atas adalah minyak yang dihasilakn dari proses pendidihan, dan lapisan kedua adalah sisa sari yang telah menjadi minyak. Pemanasan ini dilakukan terus sampai sisa sari santan ini berubah warna menjadi kecoklatan. Setelah dingin, hasilnya bisa disaring biar ampasnya tidak tercampur ke minyak tanak. Dikampung kami, ampasnya ini disebut dengan “cik minyak. Biasanya cik minyak ini juga disimpan dan juga enak lo kalau dimakan menggunakan nasi. Namun kita tidak tahu berapa kandungan kolesterolnya yang terdapat dalam minyak tanak ini. Sepertinya membutuhkan penelitian yang lebih lanjut agar kita mengetahui kandungan kolesterol didalamnya seperti halnya pembuatan VCO. 


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sang Bendera




 
Agustusan sekarang aku memutuskan untuk pulang kerumah orangtuaku. Temanku, Raka, pun demikian. Tapi tidak baginya dengan ideku untuk malas-malasan dihari yang kuanggap libur ini. Ia mengajakku untuk mengikuti uapacara. “Merasakan secuil memoar perjalanan panjang bangsa kita” begitulah alasan sok pejuangnya. Betapa menyebalkan.

Paginya, tiba-tiba, ia menarikku dalam barisan pemuda penabuh talempong, alat musik khas daerahku, yang diwajibkan ikut dalam pawai ini. Aku pikir, kami akan berangkat ke lapangan setelah barisan pawai ini diperkirakan sampai, seperti kebanyakan orang. Tentu saja aku kesal karena selain capek juga akan membuat aku malu, diperhatikan orang sekampung yang suka mengomentari berbagai hal. Ada rombongan ibu-ibu PKK. Ibuku tentu berada disana. Ada barisan pelajar yang berada didepan barisan para Veteran. Pawai panjang ini dibuka oleh pasukan pengibar bendera yang berusaha berjalan tegak diikuti grup drumband dari berbagai sekolah. Rombongan ini berarak menuju lapangan upacara yang berjarak sekitar satu kilometer dari tempat pawai dimulai. Ini adalah kegiatan awal upacara bendera agustusan dikampungku yang telah berjalan sejak beberapa tahun lalu. Disepanjang jalan, begitu banyak masyarakat yang menonton dan lalu ikut dibelakang rombongan pawai menuju lapangan uapacara. 

Sesampainya dilapangan, rombongan pawai langsung menuju ketempat yang telah disediakan. Ada berbagai plang identitas yang telah dipancang disekitar lapangan agar para peserta pawai dapat berbaris sesuai dengan kelompoknya. Kulihat plang setiap sekolah, plang PGRI, dan Plang yang bertulikan Veteran. Aku dan Raka tentu saja berada dibarisan Pemuda bercampur dengan para penabuh talempong.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, upacara dimulai dengan khidmat. Pasukan pengibar bendera melangkah dengan gagah dan tegap menyisakan bunyi berderap seragam membuat seluruh sorot mata tertuju pada mereka. Pasukan delapan mulai mengambil posisi semakin mendekati tiang bendera dan mulai mengikatkan satu persatu tali sang saka tersebut.
“BENDERA SIAP” Teriak lantang salah satu dari mereka.

Segerapa Komandan upacara memberikan komando agar kami mengambil sikap hormat kepada Bendera yang akan segera digerek. Lagu Indonesia Raya dinyanyikan paduan suara bergema dari speaker yang terdapat disetiap sudut lapangan. Kutatap Bendera yang merangkak perlahan itu. Haru, Bangga, dan damai. Perasaan ini membanjiri sekujur tubuhku secara tiba-tiba. Menghangatkan perasaanku. Bendera yang mulai meninggi tak luput dari pandanganku. Namun kekhusyukanku lenyap seketika mendengar lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan dengan sempurna bercampur lagu-lagu lain yang berasal dari penjaja es diluar lapangan.  Suara itu ditingkahi oleh suara-suara lain: candaan orang-orang yang tak ikut upacara  suara-suara anak kecil kegirangan dan suara-suara lain yang sumbernya berasal dari peserta upacara sendiri.Huh! Aku berusaha untuk tidak mempedulikannya.

“TEGAKKKK GRAAAKKKK"
Komandan upacara memberi instruksi. Kulirik Raka. Sambil menurunkan tangannya, ia menghela napas panjang sambil menutup pelan kedua kelopak matanya. Begitu menghayati. Tapi kemudian ia bergumam sendiri. “Kenapa petugas tidak menghentikan mereka sih”?. Maksudnya sudah jelas. Ia begitu benci mendengar suara-suara ribut itu. Tapi bukankah itu sudah biasa terjadi setiap upacara. Wajar kan mereka berjualan setiap ada keramaian?

Upacara selesai. Komandan upacara membubarkan barisan. Semua barisan yang sebelumnya rapi, berganti dengan kekacauan seketika. Seperti di pasar. Hingar bingar. Semua orang bergegas melintasi lapangan. Ada yang menuju warung-warung dadakan, ada yang menuju ke penjual minuman dipinggir jalan, dan beberapa kulihat ada yang bersorak kegirangan ketika bertemu dengan teman lama, melupakan sang bendera yang telah berkibar begitu saja. Perasaan khidmat yang sempat kurasakan tadi pun lenyap bersama angin yang tak kelihatan . Lapangan yang tadi pagi bersih, sekarang sudah berganti dengan tebaran sampah dimana-mana. Plastik es, ampas tebu, sisa makanan, dan juga daun bungkus makanan. Raka juga memperhatikannya. Lagi-lagi ia mengeluh. “Huh, dasar orang-orang ini!” sungutnya.
****

“Ayo! Naik! Cepat, dikit lagi, ayo! Aaayo!”penonton menyemangati. Aku tidak tahu apa yang terjadi diatas sana. Suara mereka bertalu-talu ditelingaku. Tiba-tiba aku semakin merosot dan luruh dan akhirnya mendarat di tanah. Kami harus berganti dengan kelompok lain.
Suasana sore ini riuh rendah. Ramai oleh teriakan penyemangat dan suara tertawa.  Grup Bang Amin yang terdiri dari tujuh orang lelaki gempal berjuang menaiki batangan licin tersebut menggantikan kelompok kami yang masih belum berhasil. Tubuh mereka bersimbah keringat dan berkubang oli. Demikian pula halnya denganku. Siapa lagi yang berhasil memaksaku untuk mengikuti lomba panjat pinang ini selain Raka.  Heran. Kenapa sih aku selalu tidak bisa menolaknya.

Penonton bersorak bak dikomando oleh seorang dirigen ketika menyaksikan beberapa adegan lucu. Setelah beberapa kali merosot, berganti personel akhirnya Kelompok Bang Aminlah yang berhasil terlebih dahulu sampai kepuncak.  Bang Idul yang badannya paling kecil melongo kebawah, mendengar aspirasi temannya atas hadiah yang akan diambilnya. Sepedalah hadiah utama panjat pinang kali ini. Sepeda itu dikelilingi oleh deterjen, Helm, Kaos oblong, sepatu boot, mie instan, uang ratusan beberapa lembar yang dibungkus plastik bening dan hadiah lainnya. Panjat Pinang ini merupakan puncak perayaan hari kemerdekaan dikampungku setelah upacara dan aneka pawai-pawaian.

Tibalah kembali giliran kami. Ini adalah kali kesekiannya kami mencoba dan bergantian dengan grup rival. Penonton hening. Belum menemukan adegan lucu yang membuat mereka berteriak dan tertawa. Joni yang berotot berada pada posisi awal. Aku telah berada pada posisiku ketika Tora mencekram lenganku. Huh!. Berat sekali. Dia bau keringat. Ia menginjak bahuku dengan kasar. Seumur-umur, baru kali ini aku seperti ini. Raka sialan. Ia dengan gembira menyambut ajakan Tora sewaktu pawai kemaren. Sekarang tiba-tiba ia sudah bergayut dipinggangku. Napasnya keras tak beraturan. Ia tersenyum jahil melirikku. Dia sih enak. Paling atas menurut strategi bodohnya itu. Aku hanya bisa memeluk batangan ini sekuat tenaga. Menahan pijakan beberapa orang diatasku. Juga menahan diriku agar tidak terpeleset.

Aku merasa semakin berat. Semakin melorot. Turun tak berdaya. Kehabisan tenaga.  Setelah merasa berpijak ditanah, aku menengadah. Ia, Raka, duduk dipuncak itu, tangannya memegang erat bulatan kayu tempat hadiah digantungkan. Teman seperjuanganku heboh menyuruh mengambil hadiah ini itu.

“Radio!, Helm! Jaket! Jam!”
Raka tak bergeming. Kelihatan mengatur napas. Lima menit…Sepuluh menit…Penonton membisu. Bingung. Kenapa sih dia?. Tiga belas menit….Peluh meluncur dari pelipisku. Delapan belas menit…Ada apa ini?
Lalu ia bergerak. Perlahan mencabut bendera yang menancap pada puncak tertinggi. Lalu mengacungkannya. Ada apa ini?. Apa dia sudah gila? hanya menginginkan itu sementara kami hampir kehabisan nafas untuk mengantarkannya keatas. Bendera itu?. Aku melotot tak percaya. Raka?
Kemudian ia melambaikanya. Ia melambaikan bendera itu ditengah kebingungan penonton. Sayup-sayup, terdengar suaranya.
 


Bendera merah putih
Bendera tanah airku
Gagah dan jernih tampak warnamu
Berkibarlah dilangit yang biru.

Ia menyanyi ditengah kebisuan penonton. Mengibarkan benderanya. Sekonyong-konyong aku mulai paham maksudnya. Hatiku berteriak ingin mengikutinya. Tapi tidak bisa. Sudah lama aku tidak menyanyikannya.
“Hei! Jangan bengong! Ayo! Nggak bisa ya?”teriaknya dari atas. “Ayo semangat! Ayo!!!..... Untuk Indonesia kita!”



Indonesia...
tanah airku
Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku
Indonesia... 

Samar, suara disekelilingku mengikutinya. Perlahan. Menjadi ramai, Semua mengikutinya. Begitu khidmat dan khusuk. Haru, Bangga, dan damai kembali menyelinapi perasaanku. Aku menarik napas panjang, Menutup mataku. Ah! apa sih yang telah kuberikan untukmu Indonesiaku?.


                                                                                   Untuk Bangsaku yang memiliki Indonesia

Hasil editan tulisan lama untuk #ODOP4

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS