RSS

Mungkin, karena tampan tidak bisa dibagi


Nama lengkapnya Yudhistira Aridayan, saya memangglinya Mas Yudhis. Orangnya sederhana, ceria dan bisa bermain musik dan menciptakan lagu. Begitu setidaknya menurut penilaian saya. Dia adalah salah satu fasilitator di Sanggar Anak Alam (Salam) dan juga trainer pendidikan. Suatu hari ketika saya di Salam, dia memberi saya amplop berisi uang, saya bertanya: ini kok saya dikasih?  “Lah, kan kamu udah nemenin saya kemaren” jawabnya. OO! Baiklah, begitu tinggi nilai yang saya terima yang hanya duduk-duduk sambil melihat dia mentraining para guru. Itupun saya datangnya terlambat.

Namun, yang menjadi pikiran saya dalam hal  ini adalah bukan isi amplop yang saya terima darinya, namun jawabannya yang membuat saya berfikir. Ketika saya diberi amplop dan saya mengucapkan terima kasih,lalu saya berdoa untuknya. Begini:
Saya: Semoga mas Yudhis selalu banyak rezekinya
Dia:  Amiiiin
Saya:  Semoga mas Yudhis semakin tampan, hehehe.
Dia : gak mau ah, ga usah
Saya: lah kenapa? ( heran).
Dia: Tidak apa-apa, ga usah...

Lama juga saya terpikir akan jawabannya tersebut, beberapa orang senang dibilang tampan atau cantik atau didoakan demikian. Namun berbeda dengan mas Yudhis. Sepertinya dia sudah terlepas dari keinginan yang bersifat “keduniaan” dan “sementara”  khususnya tampan. Mungkin saja, tampan tidak bisa dibagi-bagikan. Sementara ketika dia dilimpahkan rezeki yang banyak, sepertinya dia akan sangat senang berbagi dengan sesama.J



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kuliner khas: Daun Kawa


Kawa Daun disajikan dengan batok kelapa

Walaupun berasal dari bahasa Minang, sebelumnya saya tidak mengetahui arti "kawa".Namun setelah mendapat informasi, saya akhirnya tahu bahwa Kawa adalah bahasa lawas Minang yang berarti Kopi. Ya! Kopi ini berasal dari daun Kopi, bukan dari biji kopi seperti yang kita kenal dalam pembuatan kopi pada umumnya.

Warna hitam kopi berasal dari getah daun yang telah direbus dalam jangka waktu tertentu. Sebelumnya proses ini, daun kopi yang terkumpul diasap dalam waktu 12 jam sampai benar-benar kering. Setelah daun kopi ini kering, kemudian diremas-remas sampai hancur. Nah, baru daun kopi yang telah melewati proses pengasapan dimasukkan kedalam periuk  dan direbus sekitar 5 jam sampai air rebusan berrwarna hitam pekat. Untuk penyuguhannya, tinggal disaring sehingga ampasnya tertinggal. Namun, ada yang benar-benar khas dari cara penyajiannya sehingga menambah citarasanya. Kopi ini disajikan dengan batok kelapa atau tampuruang dalam bahasa Minangnya. Ah! Pas dinikmasti di udara Batusangkar yang dingin beserta gorengan yang lebar-lebar!

Air kawa dan Daun Kawa yang sedang diseduh

Kopi lawas ini saya nikmati ketika melakukan perjalan menuju Baso, sebuah daerah yang terletak antara Bukittinggi dan Payakumbuh. Warung-warung kopi ini dapat kita temui setelah melewati Batusangkar dimana Istana Pagaruyung berada. Harga untuk satu batok Daun Kawa adalah sekitar Rp 3000. Khasiat kopi ini adalah dapat menghilangkan masuk angin, mules,dan penyakir perut ringan lainnya. Karena kopi ini berasal dari getah daun, ampasnya tidak mengendap dan tidak menyebabkan insomnia dan jantung berdebar-debar seperti efek kopi yang pada umumnya kita temui.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Punya saudara itu...


Saya: kok kamu kemaren Elang ga masuk?
Elang: kemaren tu aku main sama Ranu
Saya: loh Ranu ga masuk juga?
Elang: dia ga mau masuk, maunya main sama aku, tapi dirumah, yaudah aku ga datang dan main sama Ranu

Diatas adalah percakapan saya dengan Elang, murid kelas 1 sanggar anak alam (SALAM). Ternyata pada hari itu yang tidak masuk karena adeknya ingin bermain bersama kakanya bukan Cuma Elang, tapi juga Ixa, yang juga kelas satu dan mempunyai adik  cowok seperti Elang dan Ranu. suatu kali menu makan siang di Salam adalah ayam steak, dan ternyata Elang memilih membungkusnya dan tidak menikmatinya bersama teman-teman kelas 1 dengan alasan bahwa adeknya, Ranu sangat menyukai ayam.

Begitupun dengan Ranu. Ranu yang berada di Taman anak (setingkat TK) sering main ke kelas 1 dan tidak mau diajak keluar. Alasannya adalah ingin bermain dengan Elang. Ranu juga sering mengambilkan tas Elang yang berada di kelas ketika jam sekolah usai dan bermain bersama.

Ah bersaudara itu menyenangkan, saya jadi ingat ketika saya kelas 1 SD, ketika saya berangkat sekolah bersama teman-teman saya, kakak saya tidak menyukai tindakan saya karena biasanya saya berangkat bersamanya dan harus selalu seperti itu. dalam pikiran anak-anak saya, saya sangat malu berangkat bersama kakak saya dan teman-teman SMP nya yang semuanya cowok. Tapi, setelah berjauhan, saya semakin sadar, punya saudara itu adalah anugerah yang tak ternilai harganya.   


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sepotong kisah dari Beting: Ibu sebelah Surau

Pantai Beting yang masih asli

Adalah Beting, sebuah Dusun di Desa Bintet, Kabupaten Bangka, tempat saya melaksanakan KKN bersama 22 orang teman saya. Beting adalah dusun tempat KKN subunit saya. Berbeda dengan Pesaren, Dusun tetangga yang dihuni oleh mayoritas etnis China, Beting dihuni oleh masyarakat Melayu. Namun yang akan saya ceritakan kali ini bukanlah bagaimana kedua kultur masyarakat yang sangat berbeda ini dapat hidup berdampingan, namun mengenai seorang perempuan yang hidup di Beting, tepatnya disebelah Surau. Saya tidak tahu namanya siapa, namun kami memanggilnya ibuk. Taroh saja namanya ibu sebelah surau. 
Jalan tanah merah di Beting

Ibuk sebelah surau yang hidup sendirian ini sehari-hari bekerja sebagai penambang timah. Dalam pengamatan saya selama KKN di Beting, sudah tidak banyak perempuan bekerja seharian menambang timah. Hal ini karena para suami yang juga bekerja sebagai penambang timah di tambang legal dengan pendapatan yang lumayan jika dibanding dengan menambang di bekas pengerukan. Saya pernah menemuinya sehabis menambang timah bersama anaknya yang juga perempuan, namun sudah tidak tinggal bersamanya dan sudah berkeluarga (sepertinya tinggal di Belinyu, Pusat Kecamatan Belinyu).
Dia menceritakan kepada saya bahwa dia mencari timah di bekas-bekas tambangan timah yang dilakukan oleh penambang-penambang legal. Karena kualitas timahnya sudah buruk dengan kuantitas yang sedikit, maka penambang berskala besar tersebut ganti daerah tambangan. Kepada saya, dia memperlihatkan hasil tambangannya yang berada dalam ember kecil. Saya tidak tahu bagaimana perbedaan kualitas timah, namun darinya saya tahu bahwa timah ini akan dibeli dengan harga yang sangat murah yang berada jauh dibawah harga pasaran (saya lupa berapa harganya, namun antara kisaran Rp. 15.000). Darinya saya juga tahu bahwa kegiatan menambang secara manual ini membutuhkan tenaga ekstra. Harus membungkuk menghadap tanah dibawah teriknya matahari Bintet.ah, hasilnya tidak sampai separuh ember kecil tersebut Dalam hati saya terharu sekaligus kagum padanya. 

Bekas tambang timah, bekas cerukan ini nantinya akan jadi Kolong

Selain menambang timah, dia juga menerima pesanan membuat kue. Namun, karena perekonomian Beting dan Bintet pada umumnya yang masih rendah, jadi kue-kuenya tidak sering dipesan oleh orang lain. 
Umumnya masyarakat Bintet, termasuk Beting, tidak pernah membuang air besar di WC, sehingga mereka tidak mempunyai WC. Biasanya untuk membuang hajat, mereka lakukan di Kolong (bekas pengerukan timah yang akhirnya dapat menampung air sehingga menyerupai sungai kecil atau danau) dan di kebun belakang rumah dengan menguburnya. Untuk itu, Pemda setempat, yakni Dinas Kesehatan, melalui Bu Dokter di sebelah pondokan kami berinisiatif untuk pengadaan WC di Beting. Dan kami kebagian jatah untuk mensosialisasikannya kepada masyarakat. 

caranya cukup sederhana, yakni membuat galian tanah untuk septic tank dan WC cukup didindingi terpal. Kepada Ibu sebelah Surau, saya menanyakan, apakah dia kebagian jatah WC, dia menjawab tidak. Tidak mendapat jatah karena dia tinggal sendiri, yang ternyata diluar syarat penerimaan WC, yakni rumah yang dihuni oleh keluarga lebih dari 4 orang. Selain itu, dia juga memberikan alasan, kalaupun dia mendapat jatah WC, dia tidak akan sanggup untuk menggali lubang Septic tank. Saya memandangnya. Dari ucapan, pandangan dan nada bicaranya, jelas sekali dia menginginkan jatah WC dirumahnya.


Ketika saya perhatikan beberapa warga, sudah banyak dari mereka yang sudah membuat lubang septic tank, jadi kemungkinan besar sudah bisa diberi jatah WC. Dalam hati saya menyesali jatah WC yang tidak mencukupi jumlah rumah tangga yang ada di Beting. Namun, saya pun tak dapat berbuat banyak, toh pembagiannya sudah diatur oleh Pak RT. Ah, ternyata sayapun lemah...


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Belajar dari petani, belajar untuk menghargai nasi

Di awal Juli, di Salam, saya menghampiri seorang Mbah yang sedang duduk melepas penat dan berteduh.  Si Mbah bercerita bahwa dia sedang memanen padi. Ternyata cukup banyak yang saya ketahui dari cerita si Mbah, mulai dari cara pembibitan, proses penanaman, memanen. Dalam pembicaraan itu, saya menyadari bahwa ada begitu banyak hal yang tidak saya ketahui tentang cara bersawah, dan hal ini membuat saya sekaligus malu karena saya adalah seorang penduduk yang berasal dari sebuah Negara agraris dan tumbuh besar di sebuah desa yang notabene kehidupan masyarakatnya bertani. Ternyata ada begitu banyak pengetahuan disekitar kita yang mesti kita ketahui namun sering kita abaikan. 


Salah satu proses yang mesti dilakukan sebelum menanam bibit padi

Si Mbah menawari saya makan disawahnya. Disana sedang ada tiga orang perempuan yang bekerja untuk si Mbah. Mereka sedang istirahat dan telah selesai makan. Agak malu, saya tetap makan dengan menu soto, tempe dan tahu goreng. Sambil menghabiskan nasi, saya bercerita dan ngobrol dengan tiga perempuan tersebut. Awalnya, cerita biasa, tentang asal, tinggalnya dimana, dan tentang kehidupan sehari-hari.  makan ditengah sawah ini membuat saya nambah.  Ditengah-tengah pembicaraan para ibu-ibu disana, saya menyimak bahwa agar mereka tetap kuat melaksanakan pekerjaan yang berat ini, ternyata mereka harus minum minuman berenergi yang ternyata terdapat efek sampingnya. Bikin jantung berdebar debar dan badan gemetaran. Lalu saya tanya, bagaimana solusinya, mereka menjawab untuk sementara meminum jamu-jamuan tradisional yang ternyata tidak terlalu berdampak. Selain itu, saya juga mendapatkan informasi tentang upah mengerjakan sawah yakni 6: 1 ember. 6 ember padi untuk yang pemiliki sawah dan satu ember untuk masing-masing pekerja yang membantu memanen. Saya menatap nasi dipiring saya. Terharu. Ya Allah, ternyata berat menjadi petani itu. Saya juga menyimak, bahwa untuk liburan mereka cukup jalan-jalan ke daerah sekitar seperti Godean. Alangkah sederhanya keinginan mereka.  


Mbah ditengah sawahnya yang belum siap dipanen

Agak sore, saya menghampiri lagi sawah si Mbah, kali ini 3 orang pekerja wanita yang membatu Mbah sudah pulang. Di sana saya duduk di tumpukan jerami ditengah sawah. Sambil bercerita, Mbah menyabit bekas rumpun padi yang telah dipanen. Saya memandang sawah yang telah dipanen sambil bertanya kapan selesainya dia menyabit bekas rumpun padi di sawah yang seluas ini?. 3 orang teman saya datang dan ikut bergabung. Salah seorang tertarik untuk ikutmenyabit bekas rumpun bambu karena kelihatannya begitu mudah yang kemudian diikuti oleh teman saya termasuk saya sendiri secara bergantian. Namun, ternyata bagi kami hal ini sulit untuk dilakukan.  Saya jadi teringat, seringkali saya membuang nasi karena tidak habis atau karena sebab lainnya. Ternyata proses nasi sampai dipiring kita itu tidaklah mudah. Dengan menghabiskan nasi dipiring makanmu adalah salah satu cara kecil untuk menghargai keringat para petani-petani yang bekerja seharian di sawah.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ketika Galau Melanda


-- Buka mati, hati telinga, ada yang lebih penting dari sekedar kata cinta (Maliq & the esensial)--

Kalimat tersebut patut direnungkan. Disaat kita sering galau-galaunya karena masalah yang sebenarnya sepele. Malam ini ketika saya membeli makan. Hati saya sedikit gundah karena masalah skripsi saya. Saya belum mendapatkan jadwal dosen penguji saya karena mereka banyak kesibukan. Kapan saya bisa ujian? Kapan saya bisa meninggalkan kost saya? Sementara bulan ini saya sudah bilang ke orangtua bahwa mereka tidak usah membayar untuk uang kost lagi karena saya akan segera ujian. Hal ini bercampur dengan berbagai kegalauan lain yang sebenarnya tidak usah dirisaukan.

Sedang antri, saya melihat kerumunan kecil. Sepertinya disana ada dua orang yang berkelahi. Semakin lama, kerumunan kecil tersebut semakin besar dan semakin banyak orang yang datang kesana termasuk bapak-bapak yang antri makanan disebelah saya. Saya melihat keributan tersebut dari jauh. Salah seorang mengambil pembatas jalan yang terletak di pinggir jalan raya dan mendaratkan benda tersebut ke orang yang dianggapnya salah. 

Masih belum jelas kenapa masalahnya, saya bertanya kepada petugas parkir yang berjalan kearah saya. Ternyata masalahnya adalah karena pencurian motor. Tidak terlalu jelas bagaimana kasus pencurian ini. Tapi saya menyimpulkan bahwa orang yang mau mencuri ini sebelum dapat melarikan calon motor yang dicuri, ketahuan dan langsung dihajar massa.  

Agak lama memang proses penghakiman oleh massa ini. Ada yang geram dan berusaha memukul dan ada yang berusaha menenangkan mereka yang geram. Entah banyakan mana masing-masing golongan tersebut. Namun ketika massa yang menyaksikan semakin banyak, beberapa satpam kampus datang dan langsung mengamankan pencuri tersebut. Mereka membawa tersangka pencuri tersebut melewati warung makan dimana saya membeli makan. Sejenak saya bisa melihat wajah tersangka. Belur penuh luka dan darah memenuhi wajahnya. Pasrah saja ketika dua satpam kampus menggiringnya. Mungkin dia merasa lebih baik digiring begitu daripada dihajar beberapa orang yang geram. Kerih, saya jadi merasakan wajahnya pasti perih. Sedih sekali rasanya melihat dia yang babak belur. 

Masalah ekonomi. Itulah alasan orang-orang nekat melakukan pencurian. Saya membayangkan dia mencuri karena keluarganya tidak mampu. Anak-anaknya belum membayar uang sekolah. Sementara istrinya tidak mempunyai uang untuk membeli beras. Sementara dia sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab mencari nafkah malah nasibnya harus begitu?
Sejenak, hati saya yang lain bilang “sering begini kok, syukur hanya berdarah sedikit, sementara dalam kasus lain, ada yang dihajar sampai mati”. Ketiksa selesai mengantri dan memacu motor kearah kost, ketika di lampu merah, saya didatangi seorang bocah 10 tahun yang meminta receh. Masalah ekonomi. Lagi-lagi itulah yang menjadikan mereka berada dijalanan yang keras. Masalah ekonomi. Itulah alasan sebagian besar orang tua rela mengeksploitasi anaknya dan mengabaikan hak mereka menuntut ilmu. Berbeda dengan anak-anak seusia mereka yang mungkin sedang belajar, nonton tv dan duduk di sofa empuk atau mungkin sedang makan malam dengan keluargnya. 

Saya jadi menghubung-hubungkan kejadian barusan dengan anak ini. Jika mereka berasal dari golongan ekonomi tidak mampu. Si Bapak yang tidak punya pekerjaan tetap, memutuskan untuk mencuri motor dan malangnya babak belur dihajar massa. Si Ibu yang sedang punya anak balita mesti memenuhi kebutuhan gizi anaknya, dan anaknya yang sehari-harinya berada di jalanan meminta belas kasihan mereka yang berhenti di lampu merah. 

Ah, jika melihat begini rasanya permasalahan yang kita hadapi tidaklah seberapa. Rasanya hal ini kecil, terlalu kecil untuk dipermasalahkan. Kita masih bisa tidur dikasur yang berada di ruangan yang nyaman, punya uang untuk membeli kebutuhan-kebutuhan hidup, masih bisa naik motor, punya teman banyak serta berbagai kesenangan lainnya. sementara Si Bapak tersangka harus memikirkan nasibnya dan nasib keluarganya? Anak-anak jalanan, harus menunaikan tanggung jawab yang semestinya belum seharusnya ditanggungnya dan harus belajar mengejar materi yang diberikan disekolah, jika mereka bersekolah.

Benar, sekeliling kita adalah sumber pelajaran berharga bagi kita agar kita lebih bersukur telah menjadi begini. Jadi buat apa galau? Masih banyak hal lain yang perlu dilakukan selain galau karena masalah yang sebenarnya sepele. Galaulah, namun lihatlah sekeliling, masih pantaskah hal tersebut kita galaukan?.Buka mata, hati dan telinga.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Namaku Ludo

Namaku Ludo. Begitulah yang kutahu sejak aku bersamanya, dan aku juga tahu dia menamaiku Ludo karena dia ingin Ludo selalu ada menemaninya. Ludo yang pertama, adalah seekor kucing. Kutahu karena dia menceritakannya padaku suatu saat, sewaktu aku menemaninya berangkat ke kampus. Kucing hitam putih katanya, yang jinak padanya, namun begitu liar pada orang lain.

Namaku Ludo. Cukup Ludo. Aku ada untuk menemaninya juga menggantikan Ludo yang Kucing. Katanya, ia memilihku karena aku bisa menjadi temannya melewati jalanan Jogja yang padat karena jumlah pengendara kendaraan bermotor semakin meningkat. Dengan besi menjulang di kedua sisi setangku, persis tanduk, yang menyebabkan aku juga dipanggil setan, sepeda tanduk, olehnya, walaupun ia lebih suka memanggilku Ludo. Ia juga memintaku untuk menemaninya pergi les, tiap sore, dimana semua teman-temannya berangkat naik motor dan kekampus. Dan ia tetap setia memintaku untuk menemaninya, ketika tempat lesnya pindah yang berarti semakin jauh dari kostnya.

Aku menemaninya melewati sore, bersama menghirup asap kotor yang diciptakan bus angkutan, motor, mobil, dan semua jenis kendaraan bermotor yang memadati jalanan. Aku menemaninya melewati malam, pulang les, ketika teman-temannya sudah mendahuluinya dengan motor. Terkadang malam pun kami lewati dengan hujan yang kadang turun banyak.
Persahabatan kami semakin erat saja. Aku bisa merasakan emosinya. Bagaimana ia harus berjuang menahan arus lalu lintas agar bisa menyeberang jalan membawa aku. Bagaimana kami merasakan hujan bersama-sama. Menjadi satu dalam basah. Ah! Aku selalu meneriakinya, agar dia jangan berputus asa.  Karena aku ada untuk menemaninya. Ada untuk memudahkan perjalanannya.

Aku dapat merasakan energi gembiranya. Dia bertemu dengan teman lesnya yang selama ini tidak kenal karena beda kelas, yang juga memakai sepeda. Dia begitu gembira karena tidak akan sendiri lagi menyusuri jalanan yang malam.  Jadilah aku juga mempunyai teman baru. Dia tidak memakai tanduk, tapi mempunyai keranjang didepannya.
Dan mulai hari ini, kami bersama menyusuri jalan Jogja dimalam hari. Dia kudengar sering bercerita kepada teman barunya itu, bercerita mengenai banyak hal, bercerita bagaimana kuliahnya, dan juga menanyakan perihal teman barunya itu. Dan tentunya aku juga mempunyau teman baru, dimana roda kami sama-sama bergerak membawa tujuan masing-masing. Kelebihannya, dia mempunyai klakson sehingga aku juga turut aman ketika banyak kendaraan bermotor yang membuat langkah kami kurang lancar.

Namun, suatu saat, aku benar-benar tidak tahu hal ini akan terjadi. Ia membawa teman baru, yang lebih bagus dan dapat berlari kencang. Dan tiba-tiba saja posisiku untuk menemaninya ke kampus dan pergi les tergantikan sudah oleh dia yang dapat berlari kencang.

Aku dibiarkan diam. Berdiri sepanjang hari di sudut parkiran kostnya. Aku dibiarkan sendiri. Lama kelamaan aku menjadi pasrah. Banku menjadi gembos dan rantaiku dibiarkan menjadi karatan.
Suatu saat, aku melihatnya berjalan mendekatiku. Ternyata ia menghampiriku dan lalu menuntunku menuju sebuah bengkel. Banku sudah sempurna lagi dan rantaiku juga diolesi oli. Aku bahagia lagi, menjadi hidup lagi, bisa bermain bersamanya lagi.

Namun, besoknya, aku tahu bahwa aku tak akan pernah bisa menjadi seperti yang dulu lagi baginya. Walau aku sudah sehat lagi, namun apalah artinya aku jika dibanding motor baru yang dipunyainya itu. Aku dibiarkan kembali mendiami sudut kosong tempat parker dikostnya itu.

Suatu hari, ada yang menuntunku keluar dari parkir kost, dan aku tidak mengenal siapa dia. Sepertinya juga bukan teman kostnya. Aku dinaiki dan dikayuh menuju suatu tempat, yang ternyata adalah rumahnya. Dirumahnya tersebut, aku diolesi oli dan debu disekujur tubuhku dibersihkan. Walau tak tahu bagaimana nasibku selanjutnya, namun perasaanku mengatakan, bahwa orang yang tak dikenal yang membawaku ini sepertinya lebih membutuhkanku dibanding teman lamaku itu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Berburu Babi Hutan

Berburu Babi hutan, begitulah kami menyebutnya. Berburu Babi hutan dilakukan untuk mengurangi populasi Babi hutan yang dapat merugikan petani karena dapat merusak tanaman. Samalah halnya seperti memancing, berburu Babi hutan adalah sebuah hobi. Hobi bagi mereka yang mempunyai Anjing peburu. Ada kepuasan tersendiri ketika menyaksikan Anjing-anjing mereka berlari memasuki hutan, apalagi ketika mereka berhasil menangkap Babi dan memakannya dengan kawanan Anjing lain. 

Kelompok Berburu Babi hutan ada lho. Mereka berasal dari berbagai daerah yang tergabung dalam sebuah kelompok besar. Secara bergilir dan berkala mereka akan mendatangi daerah-daerah lain untuk berburu. Jika berburu Babi hutan telah dilakukan disuatu daerah, maka mereka akan kembali melaksanakan perburuan dalam kurun beberapa waktu kemudian. Tergantung bagaimana pertumbuhan populasi Babi hutan di daerah tersebut. 

Gambar: http://maswantoaceh.wordpress.com


Pernah beberapa kali, berburu Babi hutan besar-besaran diadakan di nagari kami. Mulai dari pagi, banyak kendaraan hilir mudik. Suara gonggongan turut mewarnai bunyi kendaraan. Disana kita akan menyaksikan banyak kendaraan, baik omprengan (pick up), carry, motor, dan jenis kendaraan lainnya. Dari kendaraan tersebut keluarlah kepala Anjing yang menjulurkan lidah dan beberapa dari mereka ada yang menyalak-nyalak. Di dalam mobil terdiri dari beberapa Anjing dan majikan sang Anjing yang bercampur jadi satu. Jika menaiki motor, maka sering kita jumpai Anjing yang dipangku tuannya, atau berada didepan motor. Seperti menyaksikan dua orang sahabat sedang menuju suatu tempat. 
Pencinta Anjing ini akan memasuki hutan bersama Anjingnya ke daerah-daerah buruan yang sudah dibagi sebelumnya. Dapat dibayangkan bagaimana serunya pertarungan antara Anjing dan Babi ini terjadi didalam rimba sana.Tapi kalau dipikir-pikir, kasihan juga Babinya. :(


Sorenya, setelah berburu Babi ini telah seselai. Suasanya seperti di pagi hari. Heboh oleh gonggongan Anjing. Para pemilik anjing ini singgah di warung-warung sepanjang kampung untuk membeli telur ayam atau telur bebek yang akan diberikan kepada Anjing mereka. Telur ini berfungsi untuk mengembalikan stamina sang Anjing setelah berburu Babi. Namun beberapa peristiwa yang tidak diinginkan juga sering mewarnai perburuan Babi ini seperti Anjingnya terluka, mungkin karena pertarungan dengan Babi atau mungkin berebut Babi dengan sesama Anjing lainnya. Selain itu, beberapa Anjing juga bisa hilang tersesat di hutan atau dipemukiman warga sehingga sang pemilik Anjing akan menelusuri perkampungan untuk mencari Anjingnya yang hilang ini. Terkadang dalam beberapa kasus beberapa, beberapa Anjing yang hilang tidak bisa ditemukan.  


Beberapa hari setelah berburu Babi ini selesai dilaksanakan, biasanya dari air sungai yang mengalir dari arah hutan akan mengeluarkan aroma bangkai. Ini terjadi karena pertarungan antara Babi dan Anjing terjadi di hulu sungai sehingga bangkai Babi yang mati akan tercecer dan terbawa arus air sampai ke hilir.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mimpi Sepotong

Aku pernah berfikir tentang siapa aku ini
Tentang siapa diriku
Apakah aku yang ada sekarang pernah ada sebelumnya
Ada dalam kehidupan sebelumnya
Mungkin ada dalam bentuk kucing, angsa, harimau
Atau dalam bentuk manusia lainnya, perempuan atau laki-laki
Dan aku juga berfikir, jika aku yang sekarang mati,
Apakah dikehidupan berikutnya aku akan ada lagi
Mungkin dalam bentuk lainnya, hewan atau manusia
Dengan ingatan yang baru. Yang tak mengingat kejadian lalu
Aku juga berfikir, tentang mimpi-mimpi yang kualami
Sepertinya otakku disatu titik menyimpan rahasia tentang siapa aku
Yang dibagi hanya dalam mimpi sepotong-sepotong
Dimana aku menjadi fungsi lain, dan aku tahu peranku dalam fungsi itu.
Tidak tepat juga disebut déjà vu.
Yah, setiap mimpi sepotong berakhir
Dalam beberapa detik aku mengenal siapa diriku ada di mimpi itu
Yang tentu saja bukan diriku yang sekarang,
Aku juga beberapa kali berfikir
apakah aku yang lain sedang menjalani kehidupan lain juga
Berperan sebagai manusia lain
dengan fungsi dan kehidupan yang berbeda dengan kehidupan yang aku alami dan aku rasakan
dan aku juga pernah berfikir, apakah aku yang sekarang sering bertukar peran kehidupan dengan aku yang lainnya
Namun tidak saling mengenal antara sisi lainnya
Mereka hanya berbagi dalam memori kecil di otakku tanpa sepengetahuanku
hanya dibagi dalam mimpi yang sepotong.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS