RSS

Balai Kamis di Penghujung Ramadhan


Pasar kamis kali ini adalah momen pasar ramai bagi masyarakat disini. Saat mall, butik, dan tempat perbelanjaan modern di kota-kota penuh oleh para pembeli yang ingin menandaskan THR nya untuk membeli baju lebaran dan membeli kue-kue, maka Pasar Kamis menjadi alternatif utama bagi sebagian besar masyarakat disini yang juga ingin berhari raya.

Hari kamis adalah hari balai bagi masyarakat disini yang memang menjadi pasar utama di Kabupaten kami. Balai berarti Pasar. Disini dan beberapa kabupaten lainnya, hari balai ditetapkan menjadi sekali seminggu. Ada yang hari Balainya hari Rabu, terkadang dinamakan juga dengan pasar Raba’a. Ada yang hari Balainya hari senen. Pada hari yang ditetapkan, pasar menjadi tumpah ruah, dipenuhi pengunjung dan hasil bumi yang beragam.

Karena Kamis ini adalah kamis terakhir dalam bulan puasa tahun ini, maka balai ini sudah sesak sejak dari pagi. Aku senang bisa datang kesini sejak pagi yang berarti bisa meminimalisir sesak yang konon memuncak pada tengah hari. Karena ini adalah pasar utama Kabupaten, maka pasar ini sangat luas. Pedagang di Pasar ini berasal dari dalam kabupaten dan pedagang dari Kabupaten tetangga. Biasanya pedangang sayuran jenis tomat, sawi, lobak, seledri, kentang dan buah seperti pisang, pepaya dan Alpukat, didominasi oleh pedagang dari Batusangkar dan Solok. Sedangkan produk asli yang berupa sayur bayam, pucuk ubi, kangkung, kacang panjang, dan juga pisang serta kelapa dijual oleh pedagang asli daerah.

Tiap kesini, aku selalu gembira menyaksikan seorang lelaki penjual pakaian dalam yang ada dalam kios utama. Dengan aneka pakaian dalam yang berjejer dan digantung, si pedagang, selalu berteriak heboh “murah kini dari kapatang” (murah sekarang dibanding kemaren), “kabatuka galeh lai” (dagangannya akan segera ditukar makanya dimurahkan) dengan suara yang besar dan irama yang terdengar seolah kaku,yang justru mampu membuat lapaknya tak pernah sepi dari ibu-ibu. Darimana dia belajar membuat tagline marketing seperti itu? Padahal jenis dagangannya selalu sama sejak sekitar lima tahun yang lalu membuat lapak disebelah yang menjual dagangan yang sama tampak sepi.

Pasar kamis ramai kali ini bukan hanya didominasi oleh ibu-ibu sahaja, tapi juga bapak-bapak dan anak-anak yang sudah libur sekolah sejak beberapa hari yang lalu. Aku melihat anak-anak banyak yang berdandan layaknya mengunjungi mall, mengingatkan akan diriku sewaktu seumuran mereka. Karena dulu mengunjungi pasar kamis bagiku dulu adalah suatu hal yang istimewa,maka harus dirayakan dengan cara berpakaian yang istimewa pula.

Kamis ini hampir semua lapak tidak sepi terutama lapak sayuran, lapak sembako dan lapak pakaian. Juga lapak penjual obat disudut sana yang penjualnya tak henti-hentinya mengoceh melalui mikrofon. tentu saja, untuk merayakan lebaran, orang-orang butuh baju baru dan kesehatan agar benar-benar merasa dan tampak raya.

Dibagian paling belakang, terdapat kelompok pedagang ikan dan ayam. Bagusnya disini, ayam dan ikan yang dijual benar-benar segar, “Fresh from the kandang and the kolam”. Pedagang ikan air tawar akan mematikan ikannya setelah disetujui penjual, mereka akan menangkap ikan dari kolam-kolam yang diciptakan sedemikian rupa berbentuk bak-bak kecil dari semen. Ikan ini ditangkap, lalu ditimbang, jika disetujui pembeli, maka si penjual akan membunuhnya dengan cara memukul kepalanya, dan kemudian menyiangi sampai di iris-iris. Dulu aku tak pernah tega untuk kesini membeli ikan, baru beberapa bulan ini aku berani. Itupun aku harus memalingkan muka sebentar pada adegan pemukulan. Disini langgananku adalah wanita 30an tahun yang cekatan. Dengan rambut merah diwarnai, dia tangkas “menghabisi” ikannya tak kalah dengan penjual lelaki lainnya.

Disebelah kanan, terdapat sekelompok besar pedagang ayam. Untuk kesini, aku masih belum berani. Dari jarak jauh, orang-orang sudah bisa mendengar pekikan ayam yang dibantai dan dibiarkan menggelepar lemas disebuah karung goni yang digantung untuk kemudian dibersihkan disajikan diatas meja. Jika pasar sedang tidak ramai, aku lumayan berani melewati bagian ini dan berlama-lama memandang ayam hidup yang masih dikandang. Mencoba mencari ketakukan dimatanya mendengar satu persatu temannya “dihabisi”. Apa ayam-ayam ini tahu bahwa sebentar lagi dia akan menjumpai hal yang sama? Apa ayam-ayam ini pernah berpikiran bagaimana caranya bisa lari dan lolos dari maut? Apa ayam-ayam ini tidak stress mendengar pekikan maut saban waktu? Ah sudahlah. Setidaknya dari mata polosnya aku sudah tahu jawabannya.

Dipaling ujung pasar ini, teredapat kelompok penjual “ikan padang”. Dinamakan ikan padang karena ikan ini berasal dari laut. Laut dan padang telah berkongsi sedemikian rupa bagi kami sehingga menciptakan hubungan yang aneh. Orang-orang desa jika berkunjung ke Padang, maka wajib melihat laut. Maka ikan laut yang berasal dari laut manapun, tetap dinamakan ikan Padang terlepas dari apapun jenis ikannya.

Disini aku senang mengamati seorang lelaki paruh baya penjual ikan. Berbeda dengan pedagang ikan lainnya yang cenderung tidak peduli pada penampilannya, penjual ikan ini punya “brand” yang menurutku berbeda. Pada kamis kali ini aku lihat dia memakai kaos biru yang seperti biasa selalu masuk dalam celana panjang berbahan goyang lengkap dengan ikat pinggang kulitnya. Dengan kedua tangannya yang masing-masing dihias akik, dia merapikan ikan padang dagangannya, menyamakan dan menyusun bagian kepala dan ekor secara seragam, mengelap genangan air dimeja yang menganggu dan menyusun piringan yang telah penuh dengan ikan . Kali ini dia memakai sarbet yang dijadikannya celemek, dan direkatkan disela ikat pinggangnya. Menurut ibuku, harga ikannya juga lebih mahal dibanding yang lainnya. Entahlah, apa mungkin penampilannya yang membuat ikannya mahal atau memang kualitas ikannya yang memang bagus.

Aku dan ibuku berhasil keluar dari keramaian balai ini menjelang tengah hari dengan menenteng keranjang belajaan yang penuh dengan bahan-bahan makanan untuk menyambut lebaran. Ah Ramadhan, beberapa hari lagi kau pun akan berlalu. Sementara aku masih sibuk dan tak ingin sekedar bertanya apakah diri ini sudah benar-benar bisa menikmati jamuanmu yang Agung.


>>> Ramadhan 28





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar