RSS

Belajar dari petani, belajar untuk menghargai nasi

Di awal Juli, di Salam, saya menghampiri seorang Mbah yang sedang duduk melepas penat dan berteduh.  Si Mbah bercerita bahwa dia sedang memanen padi. Ternyata cukup banyak yang saya ketahui dari cerita si Mbah, mulai dari cara pembibitan, proses penanaman, memanen. Dalam pembicaraan itu, saya menyadari bahwa ada begitu banyak hal yang tidak saya ketahui tentang cara bersawah, dan hal ini membuat saya sekaligus malu karena saya adalah seorang penduduk yang berasal dari sebuah Negara agraris dan tumbuh besar di sebuah desa yang notabene kehidupan masyarakatnya bertani. Ternyata ada begitu banyak pengetahuan disekitar kita yang mesti kita ketahui namun sering kita abaikan. 


Salah satu proses yang mesti dilakukan sebelum menanam bibit padi

Si Mbah menawari saya makan disawahnya. Disana sedang ada tiga orang perempuan yang bekerja untuk si Mbah. Mereka sedang istirahat dan telah selesai makan. Agak malu, saya tetap makan dengan menu soto, tempe dan tahu goreng. Sambil menghabiskan nasi, saya bercerita dan ngobrol dengan tiga perempuan tersebut. Awalnya, cerita biasa, tentang asal, tinggalnya dimana, dan tentang kehidupan sehari-hari.  makan ditengah sawah ini membuat saya nambah.  Ditengah-tengah pembicaraan para ibu-ibu disana, saya menyimak bahwa agar mereka tetap kuat melaksanakan pekerjaan yang berat ini, ternyata mereka harus minum minuman berenergi yang ternyata terdapat efek sampingnya. Bikin jantung berdebar debar dan badan gemetaran. Lalu saya tanya, bagaimana solusinya, mereka menjawab untuk sementara meminum jamu-jamuan tradisional yang ternyata tidak terlalu berdampak. Selain itu, saya juga mendapatkan informasi tentang upah mengerjakan sawah yakni 6: 1 ember. 6 ember padi untuk yang pemiliki sawah dan satu ember untuk masing-masing pekerja yang membantu memanen. Saya menatap nasi dipiring saya. Terharu. Ya Allah, ternyata berat menjadi petani itu. Saya juga menyimak, bahwa untuk liburan mereka cukup jalan-jalan ke daerah sekitar seperti Godean. Alangkah sederhanya keinginan mereka.  


Mbah ditengah sawahnya yang belum siap dipanen

Agak sore, saya menghampiri lagi sawah si Mbah, kali ini 3 orang pekerja wanita yang membatu Mbah sudah pulang. Di sana saya duduk di tumpukan jerami ditengah sawah. Sambil bercerita, Mbah menyabit bekas rumpun padi yang telah dipanen. Saya memandang sawah yang telah dipanen sambil bertanya kapan selesainya dia menyabit bekas rumpun padi di sawah yang seluas ini?. 3 orang teman saya datang dan ikut bergabung. Salah seorang tertarik untuk ikutmenyabit bekas rumpun bambu karena kelihatannya begitu mudah yang kemudian diikuti oleh teman saya termasuk saya sendiri secara bergantian. Namun, ternyata bagi kami hal ini sulit untuk dilakukan.  Saya jadi teringat, seringkali saya membuang nasi karena tidak habis atau karena sebab lainnya. Ternyata proses nasi sampai dipiring kita itu tidaklah mudah. Dengan menghabiskan nasi dipiring makanmu adalah salah satu cara kecil untuk menghargai keringat para petani-petani yang bekerja seharian di sawah.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar