Ketika pertama
mejadi mahasiswa, kening saya berkerut heran ketika melihat teman satu kost-an
sibuk mencari beberapa bahan remeh namun susah untuk didapat. Hal ini
berlangsung beberapa malam. Dia dan beberapa temannya –dan kadang orangtuanya
pun ikut membantu- selalu dibuat pusing hendak mencari kemana bahan yang
dimaksud, Bahan-bahan remeh nan susah didapat ini adalah bahan pelengkap utama
dalam rangkaian Ospek di fakultasnya. Tentu saja, tanpa bahan utama ini, walaupun
hanya satu yang tidak lengkap akan menimbulkan konsekuensi yang berat.
Enaknya, pada
saat itu, ospek di fakultas saya sudah tidak menerapkan hal-hal seperti itu. Jika
teman-teman lain harus memakai dandanan norak sedari rumah atau kost yang akan
mendapat pandangan aneh sepanjang jalan, kami cukup jalan santai menenteng
ransel layaknya mau kuliah. Didalam ransel kami pun hanya ada kartu tanda
pengenal yang tidak aneh-aneh banget. Hanya berbentuk bulatan karton yang
ditempeli manila orange dan disana tertulis nama dan poto. Kalau berbagai
emblem yang dipakai mahasiswa baru lainnya bertujuan untuk perpeloncoan, kartu
nama ini jelas ada tujuannya: sebagai tanda pengenal. Just it.
Ya, ospek di
fakultas kami memang berbeda dari beberapa fakultas tetangga. “Ospek yang
sehat” begitu istilahnya. Ospek yang sehat ini diberlakukan setelah kejadian
ospek yang tidak wajar beberapa tahun silam yang katanya memakan korban. Dan
ospek sehat ini merupakan ospek pertama kali yang diadakan oleh fakultas kami
setelah beberapa tahun ospek di fakultas ini dibekukan. Rangkaian ospek
sehat ini terdiri dari permainan dan games kelompok yang dapat meningkatkan teamwork, latihan baris-berbaris,
pengenalan tempat-tempat yang penting disekitar kampus tercinta, walaupun harus
berjalan kaki seharian karena letaknya yang berjauhan, sampai penugasan untuk
membuat tulisan yang lucu dan gokil. Tentu saja, reward dan punishment juga
berlaku dalam ospek ini, tapi reward dan punishmentnya tidak akan membuat kita
malu. Paling hukumannya bagi yang melanggar tata tertib -yang konon jika
dibanding dengan fakultas lain sangat toleran dan sangat longgar- diminta untuk
kenalan didepan teman-teman baru dan senior-senior kita atau presentasi sedikit
mengenai tema yang diminta. Rewardnya akan diberlakukan setelah acara puncak
seperti peserta ospek tergokil, senior terfavorit, peraih tulisan terbaik, dan
berbagai predikat positif lainnya.
Katanya, ospek “berkesan” identik dengan perpeloncoan. Maka saya sempat berpikir waktu itu bahwa kami bukanlah sedang menjalani ospek, sekedar bermain-main dan berkenalan saja. Saat itu justru saya rindu dengan ospek tetangga. Pulang larut malam, sibuk mencari perlengkapan tetek bengek untuk besoknya, lalu berangkat buru-buru dikala pagi sekali ketika saya belum siap apa-apa. Sepertinya seru dan mengundang perhatian. Begitu dalam anggapan saya. Dan beberapa teman juga meremehkan cara ospek kami ini. katanya cemen dan tidak sangar.
Namun kerinduan
saya cuma sampai disana karena ternyata setelah seminggu setelah diospek,
beberapa teman saya jatuh sakit, bahkan beberapa orang diantaranya tidak bisa
masuk kuliah perdana. Namun saya sudah mendapatkan banyak teman bahkan berteman
dengan para tanpa memandang mereka sebagai superior, mengenal tempat-temat
penting di kampus dan hal positif lainnya. Saat itu saya sadar bahwa ospek
bukanlah ajang perpeloncoan, bukanlah ajang keren-kerenan dan senioritas. Tapi
lebih dari itu, ospek adalah masa orientasi yang akan membuat siswa dan
mahasiswa baru akan lebih megenal lingkungan mereka bahkan merasa akrab dengan
para senior, menebarkan semangat positif, dan berpetualang dengan teman-teman
baru. Sudah saatnya pola pikir tentang cara ospek dirobah. Masa sudah diterima di universitas dengan ujian yang terkadang tidak
mudah, sekarang harus melalui serangkaian ospek yang peraturannya tidak jelas
dan mengada-ngada dari para senior??? Terlaluuuu...
#ODOP1