Nah, disore yang selo ini, saatnya mengenang kampuang
halaman, dan taraaaa! Jadilah tulisan singkat ini, hehehehe. Hmmm, baiklah,
kali ini saya akan membahas tentang Ranji. Bukannn, bukan Panji Manusia
Millenium ya, tapi R.A.N.J.I. apaa itu Ranji??? Maka dari itulah, kita akan
membahasnya secara sederhana pada bagian berikut ini…
ini nih Ranji dalam keluarga paruik saya, yang sayangnya belum diperbaharui |
Ranji adalah gambaran silsilah keturunan suatu paruik dalam suku di Minangkabau yang
digambarkan secara matrilineal (garis keturunan ibu). Apa itu Paruik?
Paruik yang berarti perut menurut
bahasa Indonesia adalah kumpulan beberapa keluarga yang lebih kecil dan tidak konflik dibawah suku.
Sedangkan suku di Minangkabau adalah suatu kaum yang turun temurun berdasarkan
garis keturunan matrilineal.
Kembali ke awal, ranji berfungi untuk menelusuri jejak
keturunan dalam paruik dan suku.
Dengan demikian kita akan mengetahui nenek moyang beberapa tingkat diantara
kita. Dalam ranji suku saya misalnya, disana akan tertulis nama saya dan saudara saya yang panahnya berasal dari nama ibu saya yang juga panahnya berasal dari nenek saya yang panahnya diatas lagi nama buyut saya yang tentu saja perempuan. Bagaimana dengan bapak saya? tentu saja menurut matrilienal, nama bapak saya tidak dicatut disini karena secara adat dia bersuku lain, yakni bersuku menurut ibunya alias nenek saya. Hal yang sama juga pada kakek saya, dan kakek buyut saya. Saudara dan sepupu saya yang laki-laki juga tidak akan ada panahnya kebawah lagi, kecuali saya (amin) dan saudara perempuan saya yang punya anak kelak namanya akan dicatat. Ayolah, kau pasti tahu cara kerja sistem matrilineal, yang tentu saja mirip dengan patrilineal. Bedanya hanya terletak pada perempuan dan laki-laki.
Ranji juga dipakai oleh pemuka adat untuk pemecahan masalah
konflik komunal yang memperebutkan harta warisan yang pada umumnya berbentuk
tanah. Dari ranji itu, niniak mamak (pemuka adat dalam suku dan paruik) akan menelusuri keturunan siapa yang lebih pantas untuk menglola harta warisan yang diperebutkan. Mungkin salah satu alasan kenapa banyak kasus perebutan tanah warisan
ini tidak terselesaikan adalah ninik mamak
tidak dapat menelusuri kepemilikan tanah warisan ini karena tidak adanya ranji
dalam suku dan paruik, walaupun dalam beberapa kasus perebutan harta warisan juga didominasi oleh niniak mamak ini. Terbukti di beberapa rumah gadang, ranji sudah tidak ada
atau hanya berhenti penulisannya sampai keturunan tertentu. Mungkin orang-orang suku lebih tertarik untuk sekedar memperebutan warisan yang menimbulkan konflik ini sehingga lupalah mereka akan kearifan lokal yang dianggap remeh ini.
Padahal jelas kan, keberadaan ranji sangat penting untuk
menjaga kesatuan suku. memang kok, beberapa kebudayaan terkadang ditinggalkan, walau diketahui itu berdampak baik. Ah kearifan lokal hanya tinggal cerita.